Pesan Klathak



Beberapa kali saya menerima pesan "klathak" via WhatsApp. Menurut orang di kampung saya di Bantul, "kuburan klathak" itu artinya kuburan yang tidak bercungkup. Sebelah rumah saya misalnya, ada kuburan klathak. 

Nah, kalau "sate klathak," adalah sate tanpa bumbu. Kampung sebelah desa saya, Jejeran, pusatnya sate klathak. Jadi, mungkin, sate klathak itu ya sama dengan kuburan klathak, tanpa cungkup, tanpa bumbu. "Pesan klathak," adalah pesan yang tanpa bumbu, tanpa cungkup. Misal, saya pernah menerima undangan PDF untuk sebuah kegiatan, ya hanya PDF yang dikirim. Tanpa salam, tanpa kulo nuwun, tanpa basa-basi. Padahal, saya narasumber acara itu. 

Klathak tenan ik 😅 

Pernah juga ada orang kirim proposal yayasan secara klathak. File pdf dikirim, tanpa salam, tanpa penutup. Ya, saya biarkan saja. Karena klathak, ya saya nggak paham, apakah dia minta sumbangan atau dia salah kirim. Wong saya tunggu-tunggu dia juga nggak ngomong apa-apa. Klathak! 

Pesan-pesan klathak seperti itu, dalam pengalaman saya, dikirim oleh orang terpelajar, staf perguruan tinggi, dosen, dan belum pernah dari orang kampung atau mahasiswa. Mau menyebut tidak beradab, koq ya jadi aneh. Apa iya? Sate klathak, siapa pun yang ngirim, masih enak. Kalau pesan klathak? Mungkin dikirim dari kuburan klathak 👻

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama