Tertahan Mudir Madrasah al-Aqsa


Jumat lalu, saya sengaja pergi lebih awal agar punya waktu lebih banyak untuk mengeksplorasi dan menikmati suasana Masjid al-Aqsa. Rencana saya gagal. Kalau Anda menonton video perjalanan kaki saya ke al-Aqsa, Anda akan mendengar saya mengatakan, sebelum masuk masjid, kalau saya tertahan oleh seorang guru madrasah al-Aqsa. Silakan cek di link.

Jadi, begitu tiba di pintu gerbang utara Kubah, saya berhenti untuk minum dan menyiapkan kamera. Karena saya menggunakan lensa 50 mm, jarak dari tempat saya minum rupanya masih terlalu dekat dengan kubah. Maka saya mencari sudut pandang yang lebih jauh.

Di sebelahnya ada tangga turun ke halaman luas di luar pagar, tetapi masih di dalam tembok kompleks. Saya lihat ada bekas bangunan berupa fondasi dan lantai yang utuh. Tanpa tembok, tanpa atap. Ukurannya sekitar 7x10 meter. Di sisi tenggara, arah kiblat, terdapat tembok dan mihrab. Jadi dugaan saya situs ini adalah bekas Musala. 

Hanya ada seorang pria yang sudah menggelar sajadah di salah satu sisi lantai. Ia berteduh sejuk di bawah rimbunan pohon zaitun. Saya, sambil melewatinya untuk mengambil posisi memotret kubah, menyapanya dengan salam, “Assalamu’aikum!”

Ia menjawab salam saya dan rupanya tertarik untuk tidak hanya bersaling lempar salam. “Where are you from?” tanyanya. Saya mendekatinya, untuk memastikan jawaban saya terdengar. Suara bacaan Quran dari Masjidil Aqsa terdengar kencang di antara kami. “Ana min Indonesia,” jawab saya. “Ahlan wa sahlan.” Ia bertanya apakah saya turis di sini dan lain-lain.

Ketika merasakan ada suasana yang lebih akrab antara kami, saya putuskan untuk ikut duduk di bawah pohon zaitun itu. Kami mulai berbincang dengan pertanyaan-pertanyaan mubadalah: dari mana ia berasal, siapa dia, sudah menikah atau belum, anak berapa, dan lain-lain. 

Nama saya Arif dan nama orang itu Arafah. Kami tertawa bersama saat saya bilang namanya dan nama saya itu min nafsil-kalimah. Arafah orang asli Kudus, eh al-Quds. Ia bilang rumahnya tidak jauh dari masjid. Lebih daripada itu, ia mengaku sebagai guru dan kepala sekolah di madrasah masjid. 

Rencana saya datang lebih pagi dan mengeksplorasi Masjidil Aqsa belum kesampaian. Tetapi perbincangan hampir satu jam, dari urusan pribadi, konflik Palestina-Israel, politik Timur Tengah, sampai sepak bola liga Inggris yang kami bicarakan tidak sia-sia. Ada banyak materi yang saya gali  dan akan saya singgung nanti pada saat saya menulis topik-topik tertentu dalam 'buku' saya. 

Soal melihat-lihat masjid, insyallah masih ada waktu untuk kembali lagi. Saya berpisah dengan Ustaz Arafah dan kami berjanji untuk bertemu lagi. Sebelum berpisah, kami tukar nomor telepon. Ila al-liqa’ ustaz

4 Komentar

  1. Pak, request tulisan tentang perbedaan Masjidil Aqsa dan Dome of the Rock njih... Masih banyak yg salah paham di antara keduanya...

    BalasHapus
  2. alhamdulillah ikut menikmati rihlahnya, makasih mas broo

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama