Jabatan itu Gula



Tadi saya mengobrol dengan teman yang sedang menjabat tinggi. Ya, tinggi-lah pokoknya. Tidak usah ditebak-tebak siapa karena teman saya banyak yang sudah menjabat, dari Ketua RT sampai presiden. Kenal dengan Pak Jokowi? Tidak kenal, karena bukan presiden RI, tetapi presiden asosiasi Ah. Sudahlah, intinya itu soal jabatan, bukan soal teman saya.

Dari obrolan saya simpulkan, jabatan itu seperti gula. Semakin tinggi jabatan, semakin banyak gulanya. Analogi ini bisa dilihat dari dua sudut pandang. Dari si pejabat dan dari gulanya. Dari si pejabat, kalau ia mendapatkan banyak gula dan mengonsumsinya secara berlebihan maka ia bisa kena diabetes jabatan, korupsi. Pepatah klasiknya, power tends to corrupt. Semakin banyak gulanya, semakin besar potensi korupsinya.

Obrolan saya dengan teman pejabat itu, hanya saja, bukan pada aspek powernya, tetapi pada aspek bagaimana tiba-tiba ia dikelilingi semut. “Banyak yang mengaku kenal saya, dekat saya, tetapi ujung-ujungnya ya duit.” Orang-orang yang dulu tidak kenal mengaku kenal, yang kenal biasa saja, mengaku teman dekat. Semut-semut berebut untuk paling dekat dengan gula. 

Jadi, kalau Anda sekarang punya jabatan dan merasa bahwa Anda sekarang banyak teman dan banyak dukungan, hati-hati saja. Mereka mungkin semut-semut rakus, yang mereka dekati bukan Anda tetapi gula di tangan Anda. Begitu habis gula itu, semut-semut akan pergi.

Teman saya itu pejabat yang sangat reflektif dan antisipatif. Semoga selalu begitu. Ia menyadari benar potensi semut-semut itu akan pergi ketika ia kelak tidak memegang lagi gula-gula di tangannya. Ia menyebutkan contoh seorang teman yang dulu menjabat tinggi dan sekarang seperti hilang begitu saja. Si mantan pejabat tinggi sekarang seperti tidak punya teman dan layaknya ‘hidup di pengasingan’. 

Sekali lagi, saya tidak sedang membuat teka-teki. Kalau Anda menebak orang, Anda bisa jatuh dalam fitnah. Cukup direnungkan saja. Sebab, ada kasus lain lagi,  yang menunjukkan betapa ngerinya perilaku para semut ini. Ketika mereka mengira bahwa ‘gelas’ itu akan mendapatkan gula, mereka sudah berebut mendekatinya. Mereka mengelilinginya untuk memastikan bahwa ketika gula itu tiba, ia yang pertama dapat bagiannya. Tetapi begitu gula ternyata ditaruh di wadah lain, semut-semut dengan cepat meninggalkan si gelas, seolah-olah tidak ada.

Merenungi obrolan si pejabat, saya mengambil kesimpulan. Jabatan itu yang pasti adalah short story, cerita pendek. Tidak ada orang yang menjabat selamanya. The short story dapat menjadi true strory jika dijalankan dengan amanah tanpa korupsi. Sebaliknya, bisa menjadi bad story ketika si pejabat salah memaknai, walaupun tanpa korupsi.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama