Aku lupa kapan persisnya, tujuh atau sembilan tahun lalu. Untuk pertama kalinya aku opname di rumah sakit. Tetapi sakit itu bukan yang pertama aku alami. Sejak 1999 aku pernah sakit yang semisal. Setiap tiga atau dua tahun kambuh.
Selama itu, tak pernah sampai masuk rumah sakit. Hanya ke dokter dan dokter tak pernah secara persis mengatakan aku sakit apa. Paling ya dibilang capek atau infeksi pencernaan. Pulang diberi antibiotik (seperti biasa). Dan aku tidak melakukan diet apa pun terkait penyakit itu.
Nah, pas opname pertama itulah aku tahu sakit apa. Mual, muntah, sampai isi perut terkuras habis sementara apa pun tidak bisa masuk. Jangankan minum air putih, untuk kumur wudu pun muntah. Kata dokter, aku menderita grastitis.
Aku separoh percaya saja. Sebab, tidak semua gejala grastitis, terutama yang ngeri-ngeri aku alami. Pada keadaan itu, aku hanya tidak bisa makan dan minum saja. Maka aku harus hati hati soal makan dan minum. Termasuk, berhenti minum kopi.
Ringkas cerita. Sudah dua tahun ini aku malah tidak pernah berhenti ngopi di pagi hari. Aku tahu rahasianya. Rupanya, perutku selektif. Kalau kopi saset, gejala mual itu cepat sekali hadir. Kalau kopi robusta, gejala mual itu juga terasa. Tetapi, kalau Arabica, perutku baik-baik saja.
Maka, aku turuti hobi ngopi itu dengan selalu sedia kopi Arabica. Beli yang sudah roasted, digoreng, dan tiap pagi nggiling dulu sebelum ngopi. Kadang pahit, kadang pakai gula aren, kadang pakai susu, kadang tubruk, kadang pakai mokapot. Mana suka saja.
Ini kopiku pagi ini, bagaimana pagimu? 😊
Posting Komentar