Catatan Ramadhan (18): Malaikat Wahyu itu ...

Soal tes masuk UIN Suka 2013 dalam Bentuk Braille

Malaikat Wahyu itu tidak bernama Jibril, karena Jibril hanya datang kepada Nabi. Padahal wahyu harus disebarkan, disampaikan, diperdengarkan kepada siapa saja. Bagi teman-teman saya yang tunanetra, Malaikat Wahyu itu bernama Louis Braille. Bukan nama Arab atau Semit. Tetapi nama Prancis dan ia tidak tinggal di surga.

Louis Braille lahir tanggal 4 Januari 1809 dan meninggal di usia yang masih muda (43 tahun). Jadi, kalau sekitar hari-hari ini kita memperingati Nuzul-Qur'an pada tanggal 17 Ramadhan, bagi teman-teman tuna-netra Nuzulul Qur'an mereka bisa ditambah dengan tanggal 4 Januari, untuk memperingati dan mengenang jasa-jasa Louis Braille.

Tetapi, apa hubungannya antara Braille dengan Qur'an?

Saya kira kita tahu bahwa Braille adalah penemu media yang mengalih-formatkan huruf latin ke dalam kode titik-titik mirip kartu domino itu. Melalui peng-kode-an itulah tunanetra memanfaatkan jari jemari mereka untuk bisa membaca. Kode Braille berhasil membuka pintu pengetahuan bagi ribuan, bahkan jutaan tunanetra di dunia.

Dari segi kontribusinya tersebut, saya ragu bila Braille tidak mendapatkan kiriman amal jariyah atas jerih payahnya. Dibandingkan banyak orang yang hari-hari ini mengaku sebagai calon penghuni surga dan berbaju taqwa, amal saleh Braille bagi umat manusia tak bisa mereka tandingi. Dalam batas tertentu, Braille adalah 'nabi' kaum tunanetra karena menjadi pembawa kabar gembira lewat media yang ia ciptakan.

Apalagi kalau kita bicara tentang al-Qur'an. Meskipun teknologi modern telah memungkinkan tunanetra untuk bisa mengakses pengetahuan lewat jalur non-Braille (audio dan media elektronik), tetapi khusus al-Qur'an, Braille adalah satu-satunya media akses baca tunanetra. Teknologi alternatif hanya bisa 'membacakan' al-Qur'an bagi tunanetra dan tidak membuat tunanetra 'membaca' al-Qur'an.

Menggunakan prinsip-prinsip kode Braille, para ahli membuat 'transliterasi' Arab Braille yang kemudian digunakan untuk mengalihformatkan al-Qur'an dalam kode-kode yang bisa dibaca tunenetra. Dengan Braille, tunanetra bisa membaca al-Qur'an sesuai aturan tajwid yang baik dan membaca Qur'an sebagaimana kita yang awas membacanya.

Singkat kata, temuan Braille si Perancis telah menjadi "malaikat" yang membawa wahyu Allah kepada para tunanetra. Kalau saja Braille orang Arab, mungkin namanya Ji-Braille!

Catatan saat menemani para tunanetra tes masuk UIN Suka.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama