Yerusalem Rasa Jerman

  
Founders Wall di gerbang Hebrew University of Jerusalem

Kemarin saya ketemu tetangga "kamar" di kantor. Kebetulan pintunya sedang terbuka. Saya ketok dan memperkenalkan diri. Meski sudah enam bulan, baru sekarang kami ketemu. Maklum baru semester ini saya mulai kerja luring. Biasanya cuma di apartemen, seminggu sekali saja ke kampus.

Saya tertarik untuk say hello karena di pintu professor ini ada sebuah cover buku berjudul Umm al-Kitab, dalam Bahasa Arab. Beberapa flyer yang ditempel di pintu juga berbahasa Arab. Sebuah teks al-Fatihah beriluminasi indah juga ditempel di dinding ruangannya. Saya duga ia dari Islamic Studies dan akan sangat baik jika saya mengenalnya.

Orangnya ramah sekali. Tak butuh lama untuk bercakap-cakap dengan hangat. Kami bertukar kenalan nama, asal, riset yang sedang dikerjakan, sudah berapa lama di sini, akan berapa lama lagi. Saya bilang, saya tertarik dengan pernak-pernik Arab di ruangannya, saya tanya apakah ia dari Islamic Studies? Ternyata tidak. Ia bilang apa yang ia lakukan itu sebatas hobi saja (ah... koq bisa!). 

Sewaktu saya tanya tentang buku Umm al-Kitab yang covernya ditempel di pintu, ia dengan  semangat menunjukkan buku aslinya. "This is my book, and this is my name" sambil ia tunjukkan namanya di cover buku, Mi-sya-il (Michael? Mungkin). "Do you speak Arabic?" tanya saya.

"No! My book is originally in German. A friend of mine, this is his name, translated it into Arabic." Ia tunjukkan kembali nama seseorang di cover buku itu sebagai penerjemah. Buku ini membahas Surat al-Fatihah. Fokus penelitiannya di buku itu adalah berbagai terjemah al-Fatihah dalam bahasa Jerman. 

Kalau begitu, "Are you from Germany?" Ya, dia sudah empat tahun mengajar di sini. Ia ternyata teman baiknya Mbak Johanna Pink yang sering ke Indonesia itu. Nama Johanna muncul ketika saya bilang saya work on Islamic studies, dari Jogja. "You must know my friend Johanna Pink?" Saya tahu, saya sering mendengar namanya disebut teman-teman dari Tafsir Hadits, pernah menjadi pembicara di Jogja, dan sudah membaca beberapa tulisan peneliti dari Jerman itu. "I know her name really well, but not know her personally."

Profesor Michael bukan orang Jerman pertama, bukan pula satu-satunya yang saya kenal di Yerusalem. Hari pertama saya datang, orang asing pertama yang saya temui di kampus juga orang Jerman, Mbak Mirjam. Lalu, moderator pas saya presentasi dalam seminar Gendered Middle East and Indonesia juga orang Jerman. Lebih dari separuh teman sekelas saya di Kursus Hebrew semester ini juga para post-doc dari Jerman (Bonn, Bavaria, Berlin, Koln, Gottingen, ada semua). Rasanya bagaimana begitu, di Yerusalem tetapi ketemunya orang-orang Jerman melulu.

"You know, Hebrew University is a german university!" kata si profesor sambil bergurau ketika saya singgung soal banyaknya orang Jerman di sini. Ya, saya jadi ingat sekarang. Salah satu pendiri universitas ini adalah Albert Einstein, ia orang Jerman. Dan yang lainnya, yang saya tidak kenal, mungkin juga dari Jerman. Yerusalem rasa Jerman!

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama