Polisi Israel, Bukan Izrael yang Memanggil

“Yes, come to me!” Panggilnya sambil melambaikan tangan. Saya pun mendekatinya dan ia bertanya lagi, “Where are you from?” Ketika si polisi Israel, penjaga gerbang ke Masjidil Aqsa, bertanya tentang asal saya, dan bukan soal kamera, pikiran saya cepat menangkap bahwa ini urusan akses ke masjid yang hanya untuk orang Islam. Saya pun menjawab sekaligus pertanyaan itu dengan, “I am from Indonesia, I am a muslim, and I want to pray here.”

Show me your passport,” katanya. Passport saya ada di tas kecil dan tas kecilnya ada di dalam ransel. Repot saya kalau harus buka-buka. Saya tunjukkan saja kartu mahasiswa saya. I am a student at the Hebrew University. I am a Muslim, ana mutakallim bi-lughah al-arabiyyah, and I just want to pray.” 

Tak urung, teman si polisi itu meminta saya membuka isi tas saya apa. Maklum, tidak ada jamaah Jumat pakai ransel begitu. Isinya? Cuma tiga: tas kamera dan lensanya, sajadah, dan songkok santri!

Polisi Israel yang menjaga gerbang ingin memastikan bahwa saya bukan Yahudi, bukan turis, dan punya hak masuk sebagai Muslim. Tetapi bagaimana saya membuktikan keislaman saya? Mereka sendiri juga bingung, tetapi karena saya bilang saya bisa bahasa Arab lalu memanggil salah seorang Arab yang sedang nongkrong dan mereka kenal untuk menguji keislaman saya. 

Si pemuda Arab itu lalu menanyai saya, “Masmuk?” Saya jawab, “Ana Arif, Arif Maftuhin. Ana min Indonesia, wa ana muslim.” Lalu ia bertanya, “Qara’ta al-Qur’an?” Dengan tegas saya jawab, “Tab’an! Qara’tu al-Qur’an wa hafiztu ba’da suwarih!” Sambil merangkul dan mendekatkan diri ke saya, ia bilang, “Tayyib. Iqra’ surata al-Fatihah!

Halah. Jauh-jauh ke Yerusalem, ujian keislamanku cuma disuruh membaca al-Fatehah. Untunglah saya ini orang NU yang sering kirim Fatehah. Sambil tertawa saya membaca surat al-Fatihah dengan cepat. “Jayyid. Tafaddal!” Jangankan surat Al-Fatihah, dites Surat al-Baqarah pun saya akan bacakan koq. Ya, tentu bukan seluruh surat, cukup bagian depan dan ayat kursinya. Segera saya tinggalkan anak muda itu menuju masjid. Saya nyalakan kembali kamera saya. Saya menyesal bahwa adegan-adegan seru itu tidak terekam dan terdokumentasi. Duh. Eman tenan. (22/10/21)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama