Pamit


Sering kita bertanya dan ditanya, "Berapa jumlah anakmu?" Padahal, dalam hiudp ini, kadang tidak penting berpa jumlah anak itu. Berapun jumlahnya, pertanyaan yang akhirnya harus kita jawab adalah, "Barapa lama anak-anak bersamamu?"

Tahun ini, kami menyadari betapa cepatnya waktu 'memiliki anak' ketika si bungsu, dua bulan lalu, pergi untuk mondok. Saya dan istri, berhari-hari kehilangan anak itu. Ketika melihat kucing temannya bermain atau ikan-ikan di kolam, kenangan tentang anak itu yang kembali. Tidak lama. Saya bilang ke istri saya, "Ternyata tidak lama kita punya anak. Satu per satu mereka pamit pergi."

*** 

"Wis mampir, pamitan karo bapakmu urung?" begitu pertanyaan Ibuk ketika saya tiba di rumah. Dari Jogja, makam bapak lokasinya sekitar 1 KM sebelum rumah. Kadang saya mampir dulu ke "rumah" bapak sebelum ketemu ibuk di rumah. Hanya saja, hari itu saya tidak bisa mampir bapak. Sejak dari Trenggalek, hujan mengguyur sore itu. Saya putuskan untuk mampir, pamit bapak esok harinya, sebelum kembali ke Jogja. 

Begitulah, kematian hanya peristiwa. Ia tidak bisa membunuh asal-usul,  relasi anak-bapak, dan rasa eksistensial kita. Saat di kuburan Bapak, saya masih sering mengajak beliau ngobrol, menceritakan hal-hal yang dulu sering kami bicarakan. Termasuk, seperti anak-anak kami yang pergi meninggalkan kami, saya pamit lagi ke Bapak...

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama