Bias Jakarta dan Orang Kantoran

 


Inti peringatan Maulid Nabi itu pada harinya. Boleh lah orang bilang yang penting "hatinya", tetapi di banyak daerah di Indonesia, peringatan maulid adalah upacara besar. Ada yang bikin arak-arakan, makan-makan, sampai dengan pengajian akbar pada harinya.

Geser hari libur pertimbangannya cuma teknis orang kantoran. Kalau itu pun dianggap sangat penting, kepentingannya sebatas  kacamata Jakarta dan mungkin tak pernah merasakan gebyar muludan waktu kecilnya. 

Pemerintah harusnya bisa lebih bijak untuk membiarkan hari raya berjalan pada 'hari rayanya'. Libur hari Kartini bisa digeser, libur sumpah pemuda bisa digeser, tetapi libur yang terakhir 'hari' besar, ya biarkan di hari besar. Jangan sampai Idulfitri dan Nyepi digeser hanya demi menghindari hari kecepit.

Ada banyak anak di Madura, murid-murid teman saya, yang sedih karena libur digeser dan mereka tidak bisa ikut upacara-upacara tradisi yang jatuh pada hari maulid dan karena itu tidak bisa dapat uang sedekah yang disebar pada hari bahagia itu. Kalau libur digeser, libur hanya jadi libur, nggak ada lagi suasana hari Maulid yang membahagiakan.

Selamat Hari Maulid dari al-Quds.

Allahumma salli ala sayyidina Muhammad!


1 Komentar

  1. Kalau liburannya digeser, kasihan yang mau lihat gerebek Maulud, pak. Kalau alasannya terhindar copit, apakah bisa diterima?

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama