Tadi, kami ngobrol dengan Mas Bang Om Zulfan Tadjoeddin soal publikasi di sebuah acara pelatihan. Satu catatan beliau yang sudah saya amini sejak dulu adalah: pelatihan publikasi tidak akan menghasilkan publikasi.
Apalagi, "tiba tiba publikasi" hanya dengan diceramahi dua jam atau bahkan dua hari. Mengapa? Ya karena keberhasilan publikasi di jurnal memang tidak pernah terkait secara signifikan dengan pelatihannya. Lalu?
Keberhasilan publikasi kunci pertamanya adalah riset yang baik. Kunci keduanya adalah riset yang baik. Dan kunci ketiganya adalah riset yang baik. Lalu dilengkapi dengan riset yang baik.
Kalau begitu, pelatihan publikasi untuk apa? Ya paling cuma untuk mengingatkan, menggarisbawahi, menekankan, bahwa publikasi itu pada dasarnya hanya satu langkah akhir dari proses panjang riset.
Mengapa diingatkan? Karena banyak yang lupa dan tersesat, lalu mengira bahwa publikasi itu soal menulis ide yang ada di kepala. Mengira bahwa publikasi ilmiah itu seni mengarang indah untuk menyenangkan editor. Dikira, publikasi jurnal itu bisa ditarget satu dua bulan tercapai, padahal tidak punya riset yang baik. Lagi lagi, riset yang baik.
Para birokrat kampus, yang tidak paham, boleh saja menarget harus publikasi sekian dan sekian lewat pelatihan publikasi. Tetapi praktik publikasi tidak bisa ditarget, Ferguso! Nunggu proses review setahun, dua tahun, atau sebulan mungkin, tidak ada yang tahu. Seperti jodoh, kapan naskah bisa terbit, hanya Tuhan yang tahu.
Editor pun, mungkin tak tahu. Karena proses publikasi juga tergantung dua pihak yang lain. Reviewer dan si penulis sendiri. Jadi, jangan ditarget. Tidak perlu nelpon editor, minta kepastian kapan naskah terbit. Apalagi merengek, tolong terbitkan sekarang, saya mau naik pangkat. Lha itu urusanmu. Editor nya sendiri nggak naik naik koq pangkatnya 😂
Posting Komentar