Sawah siapa pakde?

Saat saya tiba di situs bersejarah itu, serombongan pesepeda sudah ada di lokasi. Para bapak dan ibu paruh baya itu tampak sibuk mencari posisi dan angel untuk pengambilan gambar. Datang lebih akhir, saya pilih menonton saja. Duduk di cangkrukan sambil mengamati sisa-sisa candi zaman Mataram kuno itu. 

Sampai kemudian, rombongan pesepeda itu punya ide 'brilliant': mempekerjakan saya sebagai 'tukang kodak' untuk mengabadikan kebersamaan mereka!

Saya kabulkan permintaan mereka. Saya foto begini dan begitu sesuai yang mereka inginkan. Lebih dari yang diminta, saya berikan ide kreatif untuk mengambil video dengan berbagai mode cinematik. Bahkan, saya pinjamkan sepeda saya untuk dipakai seorang ibu yang datang ke lokasi naik motor tetapi ingin ikut difoto naik sepeda bersama. Total kan saya kalau menolong? 😄

Selesai tugas saya, si ibu yang meminjam sepeda mengucapkan terima kasih dan bertanya, "Tinggal di mana Mas?" Saya menjawab jujur: saya tinggal di Tamanan. tamanan adalah salah satu 'benteng' terdepan, pembatas antara Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta. 'Musuh' kami adalah ekspansi kota dan urbanisasi. 

"Oh Tamanan?", lalu cepat ia senggol suaminya yang sedang mengecek gambar di layar HP. "Kita punya sawah di Tamanan kan, Pa?" tanyanya kepada si suami. "Ya, betul," jawab si suami yang mencoba bergabung dalam percakapan kami. "Persisnya, sawah kita di mana, Pa?" tanyanya lagi ke si suami.

Begitulah. Orang-orang sekarang membeli tanah untuk investasi. Sampai lokasi sawahnya pun kadang si pemilik tidak mengerti. Alih lahan dan alih fungsi sawah tak terkendali. Harga sawah pun melangit tinggi sekali. Para pemilikmungkin bukan lagi mereka yang kita lihat bekerja di sawah sebagai petani.

***

Ini bukan peristiwa pertama yang saya alami. Kapan waktu itu, ada pekarangan di kota Bantul yang dijual di salah satu marketplace. Saya iseng menelpon pemiliknya. Kami kenalan dan ketika saya sebutkan bahwa saya tinggal di Tamanan, si pemilik dengan gembira menjawab, "Wah, saya juga punya sawah di Tamanan. Dekat perumahan Anu Permai."

Saya jawab, "Oh ya? Ibu tinggal di perumahan itu kah?"

Ia jawab, "Nggak, saya tinggal di Kalimantan." Jadi, ia punya pekarang di Bantul, sawah di Tamanan, tinggal di Kalimantan.

Peraturan di sini, orang hanya bisa membeli sawah kalau ia ber-KTP di satu kecamatan yang sama dengan lokasi sawah. Orang luar daerah, secara teori, tidak bisa membeli. Tetapi itu kan aturan? Di Indonesia, mana ada peraturan yang tidak bisa diakali? Sawah-sawah pun alih fungsi tak terkendali. Kita mungkin hanya bisa meratapi.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama