Kepergian Erry Susilo


Hidup Erry mungkin adalah pengecualian dari umumnya kehidupan yang kita kenal. Kepergiannya pun diberi pengecualian. Kemarin sore (16/03/2021), kami menerima kabar meninggalnya Erry. Tetapi tak lama setelah ucapan duka dan doa dilimpahkan, kami mendapatkan kabar "Erry hidup lagi". 

Kami semua terkaget, tentu. Berapa banyak peristiwa pengecualian begini kita saksikan dalam hidup kita? Erry mengalami mati suri. Ia sempat tersadar lagi dengan bantuan alat medis. Tetapi, pada akhirnya, tak terolong dan kembali ke pangkuan-Nya tadi malam pukul 01:00 dini hari. 

Inna lilllah. Wa inna ilihi raji'un.

***

Hidup Erry adalah 'pengecualian' karena ia dulu terlahir sehat. Tumbuh sebagai anak ceria seperti teman-teman sebayanya. Saat kelas 3 SD, ia tiba-tiba sakit dan kehilangan tenaganya. Otot-ototnya melemas. Ia didiagnosis menderita penyakit langka, Duchenne Muscular Dystrophy (DMD). 

Penyakit itu melumpuhkan seluruh tubuh Erry. Hanya otot leher dan kepala yang mampu ia kendalikan dengan baik. Erry masih bisa menulis, tetapi untuk itu pun kita harus bantu dengan meletakkan pensil di antara jari-jarinya. Hidupnya memang pengecualian.

Meski kisah hidupnya adalah pengecualian, tetapi Erry yang saya kenal adalah mahasiswa seperti mahasiswa lainnya. Ia tampak 'biasa' saja menjalani semua aktifitas kemahasiswaannya. Ia bukan tipe mahasiswa cengeng. Ia selalu tampak bersemangat untuk belajar, mengerjakan tugas, diskusi kelompok, dan aktifitas perkuliahan lainnya. PLD tidak pernah ia repotkan dengan hal-hal terkait perkuliahan. 

Biasanya, pagi-pagi sekali, ia sudah datang ke kampus sebelum jam kuliah dimulai. Kalau naik ojek motor, Erry duduk di tengah, ibunya di belakang. Lalu dari tempat berhenti motor, ibunya menggendong Erry masuk ke gedung Fakultas Dakwah.  

Kursi roda Erry sudah menunggu di lantai 1. Ia didudukkan di kursi itu sampai kemudian ada teman yang menemaninya ke ruang kelas untuk mengikuti perkuliahan. 

Selesai kuliah, jika waktu menunggu jam berikutnya lama, Erry diantar ke PLD oleh temannya. Ia akan duduk di ruang tamu PLD sambil melakukan berbagai aktifitas di kursinya sampai tiba waktu kuliah berikutnya.

Dengan rasa bersalah karena yakin tidak melayaninya dengan baik, saya pernah bertanya ke Erry soal kebutuhan biologisnya. Ia bisa berjam-jam di kampus dari pagi sampai sore. Bagaimana kalau ia ingin ke toilet? 

Dengan kelumpuhan total yang dialaminya, saya belum bisa membayangkan toilet seperti apa yang bisa aksesibel untuknya. Untuk duduk biasa, di luar kursi roda, Erry sangat kesulitan. Ia bisa terguling seperti botol di atas kasur. Apalagi, untuk duduk di toilet. Selama hidupnya, hanya ia dan ibunya yang paling tahu soal ini. 

Tetapi Erry memberi jawaban yang ia buat untuk menentramkan saya, "Santai pak, saya tidak pernah ke toilet di kampus." Koq bisa? "Ya pokoknya bisa pak." jawabnya sambil senyum, seperti biasa.

Saya pernah mendengar cerita dari ibunya bahwa kalau di rumah pun, Erry hanya buang air besar di malam hari dan itu yang membuat ibunya bersyukur. Mengapa? "Rumah kontrakan kami tidak punya WC. Kami hanya menggunakan WC umum. Kalau malam kan sepi, tidak seperti pagi atau siang hari," jawab si ibu.

Erry dan keluarganya memang tidak punya rumah. Mereka tinggal di sebuah kontrakan kecil di pinggir Sungai Code.

***

Saat masih menjadi siswa di SMAN 11 Yogyakarta, Erry pernah diundang di acara Hitam Putih-nya Deddy Corbuzier. Erry mengatakan saat itu bahwa ia ingin melanjutkan kuliah. Ia ingin mendapatkan pendidikan tinggi agar ia bisa menjadi orang sukses. Untuk apa? Agar ia bisa mengangkat derajat  ibunya yang sudah menggendongnya ke sana ke mari. Agar bisa membelikan rumah dan mereka tidak hidup di kontrakan lagi.

Cita-citanya untuk kuliah ia capai di UIN Sunan Kalijaga. Tetapi usianya tenyata lebih pendek dari waktu yang diperlukan untuk mengantarkannya kepada cita-cita lainnya, membelikan rumah bagi ibunya. Tuhan mempunyai rencana lain yang pasti lebih baik. 

Daripada gagal mendapatkan rumah yang Erry impikan, ibunya pasti lebih kehilangan Erry, "Ia itu semangat hidup saya. Sumber kesabaran dan keihlasan saya," katanya suatu ketika. 

Jika orang sudah berlimpah sabar dan ikhlas seperti ibunya Erry, adakah derajat yang lebih tinggi untuk digapai lagi?

In memoriam Erry Susilo, 14 Januari 2000 - 17 Maret 2021

2 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama