Semiskin Aksin


Kita suka drama. Anda mungkin suka versi telenovela atau drama Korea, tetapi saya lebih suka film India. Dalam film India, ketegangan, rasa penasaran disajikan dalam satu majelis, tidak perlu nunggu lama-lama. Cerita seumur hidup si protagonist, dari derita waktu kecil sampai dewasa melawan Tuan Takur, bisa kita nikmati dalam tempo segera.

Karena itulah, bagian paling saya suka dari buku Santri Kaliwates adalah bab 23. Ini tentang drama kehidupan Aksin Wijaya. Saat menerima, membaca, dan menyunting naskah aslinya, saya dipaksa berkali-kali geleng kepala, nyaris tak percaya bahwa hidupnya sedemikian drama.

Aksin itu, seperti drama India, kisah orang miskin dari desa yang mungkin tak ada di peta. Namanya saja, 'aksin', sudah bisa jadi cerita. Mungkin satu episode sendiri kalau dalam seri drama Korea.

Tetapi waktu pertama baca ceritanya, aku malah teringat narasi tokoh tokoh eksentrik dalam film-film laga. Scene remang-remang senja. Sesosok bayangan bergerak pelan meyakinkan. Lalu terdengar suara bercerita, "Namaku Aksin, aslinya Hasin. Lidah Madura memangggilku Asin. Lalu guruku menanamaiku Aksin. Aku tidak menolaknya. Apalah arti sebuah nama. Jadilah aku Aksin selamanya..."

Lalu terdengar suara sabetan senjata, sesosok tubuh tersungkur di tanah, dengan kepala bersimbah darah. Korban pertama Aksin si pendekar gila. Hahaha😄

Ia tidak punya darah biru kiai untuk melihatnya kini sebagai salah satu dosen PTKI berprestasi. Ia anak yatim yang ibunya hanya pedagang keliling dari desa ke desa. Ia mondok bukan seperti mereka yang diantar bermobil sekeluarga. Ia hanya bermodal uang seadanya, hasil jualan radio warisan bapaknya.

Dan seterusnya seperti dikisahkan dalam buku kita itu...

***

Intinya, saya sangat senang ada Aksin yang akhirnya menuliskan ceritanya. Sebab, di Jember, ada banyak anak semiskin Aksin. Saya punya teman sekelas yang harus "mbabu" selepas dari asrama agar bisa bertahan hidup dan menemukan jalan untuk melanjutkan studinya. Saya punya teman yang dulu harus ngamen untuk menambah uang saku karena beasiswa kami untuk makan pun hanya pas-pasan saja.

Kalau tidak ada cerita Aksin di buku ini, mungkin orang akan mengira kami ini seperti mereka yang nyantri di pondok modern swasta yang biayanya bisa berjuta-juta.

Program MAPK itu istimewa karena negara benar-benar terasa hadir menjangkau anak-anak bangsa yang istimewa tetapi mungkin akan terjebak dalam lingkar kemiskinan abadi kalau tidak ada beasiswa. Kan ya? 😊

_______________

Buku Santri Kaliwates dari MAPK untuk Indonesia - bisa didapatkan dengan Free ongkir di:
* Tokopedia:
* Pesan Langsung:


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama