Riset Berguna Menurut Siapa?



Ini lanjutan komentar saya tentang KPK yang menilai riset kita tidak efektif, efisien, dan redundan. Keberatan saya terutama adalah pada "proporsi tupoksi kelembagaannya", bukan substansi kritiknya. Sebab, kalau soal riset yang efektif, efisien, dan tidak redundan, kita bisa diskusi lama untuk membahasnya. Sebagai reviewer di lembaga riset dan editor jurnal, saya bisa membicarakan masalah ini selama 14 kali pertemuan, satu semester. Problemnya begini sodarah. Katakanlah sekarang ini kita dihadapkan pada pandemi Covid-19. Lalu, semua ahli dari semua kementerian, sesuai dengan keahliannya, melakukan riset terkait. Nah, dapatkah kita mengatakan riset itu redundan hanya karena semua melakukan riset tentang Covid-19?

Kalau Anda pernah riset, maka Anda tahu persis jawabnya: "belum tentu!". Masing-masing disiplin ilmu pasti akan melihat isu ini menurut disiplinnya masing-masing. Masing-masing ahli mengajukan riset berdasarkan keahliannya masing-masing.

Saya tidak mengatakan bahwa riset-riset kita pasti memenuhi unsur novelty (biar tidak redundan itu). Poin saya: para ahli di bidang itulah yang paling tahu apakah riset yang diusulkan oleh para peneliti redundan di bidangnya, berguna di bidangnya, dan seterusnya. KPK punya resources untuk itukah? Demikian juga untuk mengatakan efektif dan tidaknya sebuah riset. Katakanlah ada 10 riset yang berupaya menemukan vaksin Covid-19. Selain persoalan "belum tentu redundan" tadi, maka belum tentu 10 riset itu berhasil menemukan vakasinnya. Katakanlah hanya 1 yang berhasil, lalu apakah 9 riset "gagal" itu dapat divonis "tidak efektif" dan tim audit keuangan semisal BPK dan KPK tinggal ngomong, "90 persen riset kita tidak efektif." Tidak ada jaminan riset pasti berhasil. Juga tidak boleh hanya riset yang berhasil yang diberi dana. Tidak semudah itu Ferguso. *** Ganti layar sejenak. Elon Musk pernah ditanya tentang pentingnya riset dan rencana dia untuk mengkoloni Planet Mars. Orang bertanya, "bukankah uang milyaran dolar itu bisa digunakan untuk riset-riset lain yang lebih bermanfaat di bumi? Bukankah ada masalah-masalah lebih mendesak di bumi?" Bos SpaceX itu tersenyum. Lalu dia menjawab kurang lebih begini, "Berapa nilai industri makeup? Berapa milyar uang dikeluarkan untuk parfum dan bersolek?" Audiens tertawa ngakak. "Bukannya saya tidak suka dandan; tetapi kalau saya diminta memilih mana yang lebih penting bersolek atau mencapai Mars, jawabnya mudah sekali."
***
Poin saya adalah: tidak mudah untuk menilai manfaat sebuah riset. Apa yang dianggap penting oleh sekelompok ilmuwan, belum tentu dianggap penting oleh ilmuwan lain. Apa yang dianggap prioritas oleh sebuah disiplin ilmu; belum tentu dianggap prioritas oleh disiplin lain. Apalagi, kalau sudah politik yang menentukan prioitas. Saya pernah membantu Prof. Merle Ricklefs (almarhum) untuk penelitian tentang polarisasi masyarakat Muslim di Jawa. Riset didanai oleh pemerintah Singapura. Coba, apa pentingnya penelitian seperti ini di mata ahli ekonomi? Koq ya mau-maunya pemerintah Singapura mendanai riset tiga tahun tentang masyarakat Indonesia? Apalagi, jika harus dinilai apakah penelitian semecam ini "efektif" dan "efisien".
*** Urusan menilai kegunaan riset, redundansi riset, serahkan saja kepada ahlinya dan lembaganya. Biar Dewan Riset Nasional, LIPI, Dewan Guru Besar, yang ngomong. KPK ngurusi saja soal korupsinya. Lagian, potensi korupsi dosen dan peneliti dari dana penelitian itu berapa sih?

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama