Pembalajaran Online? Jangan Lupa Difabel ya

Bahan kuliah untuk Tunanetra

Mulai kemarin hingga dua minggu ke depan, kita di UIN Sunan Kalijaga dan banyak perguruan tinggi lainnya, akan kuliah online/daring. Ada banyak cara yang bisa dilakukan dalam kuliah online itu, mulai dari platform yang kita pilih sampai dengan metode belajar mengajarnya.

Secara platform, mungkin sebagian kampus sudah membuat sendiri. UIN Sunan Kalijaga menyediakan learning.uin-suka.ac.id yang terintegrasi sudah terintegrasi dengan sistem akademik. Namun demikian dosen bisa menggunakan berbagai platform komersial yang ada, seperti dari Schoology sampai dengan Classroom.

Cara mengajarnya juga bisa divariasikan, mulai dari video tutorial, video ceramah, audio podcast, quiz online, diskusi online, dan seterusnya. Alternatifnya banyak, jadi jangan hanya bebani mahasiswa dengan tugas-tugas online. Kasihan mereka.

Ingat difabel

Satu hal yang saya ingin Bapak-Ibu perhatikan: pastikan bahwa mahasiswa difabel tidak menemui hambatan untuk berpartisipasi penuh di kuliah online ini. DI UIN Sunan Kalijaga, kita punya 90an mahasiswa yang tercatat dan menyatakan diri difabel. Tetapi kita tahu bahwa di luar yang 90an itu, sebenarnya masih banyak mahasiswa yang juga ‘difabel’ tetapi mungkin tidak pernah mau mengaku.

Saya ingin sampaikan, mahasiswa dengan disabilitas mental itu ibarat gunung es. Hanya satu dua orang yang terbuka mengakui, tetapi ada puluhan hingga ratusan yang mengalami. Dari 3 hari perjalanan kuliah online, kita mulai melihat keluhan-keluhan depresif dari mahasiswa karena hampir semua dosen memberi tugas. Jangan sepelekan keluhan itu walau cuma sedikit. Mereka yang mengeluh mungkin saja mahasiswa dengan disabilitas mental dan kewajiban kita untuk memastikan bahwa mereka ‘baik-baik’ saja.

Tips

Beberapa hal berikut mungkin berguna bagi Bapak-Ibu yang berkomitmen untuk menyelenggarakan kuliah daring inklusif. Saya coba tuliskan berdasarkan pengalaman kita di UIN Sunan Kalijaga, tetapi kalau ada yang punya pengalaman lain, you are welcome to share biar nanti saya tambahkan dalam update tulisan ini.

1. Bertanya kepada difabel
Jika ada difabel di kelas Anda, jangan lupa untuk menyapa mereka secara daring. Tanyakan, apakah model kuliah yang Anda pilih menyulitkan mereka atau tidak? Jika mereka menemukan kesulitan apa yang bisa Anda bantu. Difabel adalah sumber solusi terpenting, konsultan terbaik, untuk menyelenggarakan kuliah inklusif: di mana pun, kapan pun.

2. Variasikan bahan ajar
Jika Anda memiliki mahasiswa tunanetra, jangan lupa memastikan bahwa materi Anda dilengkapi dengan bahan yang auditori. Saya, misalnya, secara khusus membuat audio book untuk mahasiswa tunanetra saya yang saya sediakan via podcast di platform Anchor. Silakan kunjungi untuk melihat contohnya https://anchor.fm/maftuhin
Jika Anda mempunyai mahasiswa Tuli, pastikan bahan ajar visual bisa ia akses. Kalau Anda bikin video, sertakan subtitle ya. Kalau tidak sempat bikin substitle, pastikan suara Anda terdengar jelas. Tidak terlalu cepat. Mahasiswa Tuli biasanya menggunakan Live Trancribe sebagai alat bantu aksesibilitas. Saya kebetulan tidak punya mahasiswa Tuli semester ini. Sewaktu audiobook di Anchor tadi saya coba dengan Live Transcribe, ternyata kurang bagus. Akurasinya 80% karena saya terlalu informal dalam berbicara. Kadang saya gunakan bahasa Jawa yang Google tidak paham.

3. Jangan kaku-kaku
Saya kira aturan ini berlaku untuk semua mahasiswa ya. Lakukan evaluasi selama seminggu pertama ini. Tanyakan kepada mahasiswa model yang sudah Anda pakai itu nyaman atau tidak bagi mereka, terlalu banyak atau tidak bagi mereka. Tanyakan apakah minggu depan mereka punya ide untuk penyelenggaraan kuliah yang lebih baik.
Terhadap difabel, apalagi, Anda harus pastikan bahwa mereka mendapatkan fleksibilitas dalam menyelesaikan tugas. Jika terlalu banyak bagi mereka, kurangilah. Jika mereka butuh waktu tambahan, tambahlah. Jika mereka butuh tugas yang berbeda dari yang lain, upayakan. Jika mereka butuh bantuan, berikanlah jika mungkin (ya, saya tahu Bapak-Ibu juga repot).

4. Dari Difabel
Sebelum menulis tadi, saya sempatkan untuk bertanya kepada para mahasiswa difabel di UIN Sunan Kalijaga tentang pengalaman kuliah online tiga hari ini. Umumnya mengatakan baik-baik saja, tetapi beberapa mahasiswa menyampaikan hal berikut:
(a) Tunanetra: kesulitan mengerjakan tugas yang memerlukan riset di Google. Solusi: Bapak ibu perlu ingat, ‘mata’ tunanetra adalah telinga mereka. Telinga tidak bisa membaca monitor secepat mata. Berikan mereka kelonggaran atau tawarkan bantuan ya.
(b) Tuli: kemarin dosen saya upload video tutorial tanpa subtitle. Solusi: monggo pak/bu, mahasiswa Tuli diberi bahan ajar alternatif yang bisa membantunya belajar.
(c) Tuli: Dosen kuliah pakai Zoom/Skype tanpa ada juru bahasa isyarat. Solusi: Bapak ibu bisa sediakan powerpoint/PDF penyerta. Atau menampilkan notes di Skype.
(d) Tuli: dosen upload audio, suara kurang jelas dan tidak terdengar di Live Transcribe. Solusi: gunakan aplikasi yang baik, rekaman di tempat yang sunyi, pastikan suara Bapak/Ibu jelas.
(e) Tuli: Dosen pakai Zoom, saya kesulitan berinteraksi. Solusi: lihat poin C.

Terakhir

Kuliah inklusif ramah difabel itu kuncinya ada di kemauan kita. Tidak ada yang sulit kalau kita mau mendengar difabel dan bekerjasama dengan difabel untuk mengantarkan mereka mencapai tujuan pembelajaran. Sungguh, sebagai orang Syariah, dari para mahasiswa difabel-lah saya belajar banyak untuk mengajar dengan setting inklusif.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama