Mutung



Langgar (musala) dekat rumah saya, beberapa waktu yang lalu, mendapatkan seorang jamaah baru. Ia menantu salah satu warga kami. Orangnya rajin sekali. Setiap waktu salat tiba, ia adalah orang pertama yang membuka pintu Langgar. Oleh karena itu pula, ia yang kemudian mengumandangkan azan. Setiap hari, setiap waktu salat yang ia di rumah, ia tak pernah absen berjamaah.

Langgar saya pada dasarnya langgar yang 'merdeka' tanpa imam tetap. Tetapi kami sudah tahu urutannya jika semua orang datang ke langgar pada saat iqamat. Mbah K, Mbah A, dan sesudah itu bisa siapa saja. Mbah kaum dapat prioritas karena beliau salah satu tokoh yang ikut menghidupkan langgar ini di awal-awal 'revitalisasinya'. Mbah A karena beliau bagus ngajinya dan paling sepuh di antara jamaah. Sesudah mereka berdua, ada banyak orang yang memenuhi syarat menjadi imam yang baik, jika syaratnya adalah afsahukum bil-qur'an. Tetapi yang lebih penting bagi kami adalah kaidah akburukum sinnan.

Saya hanya kadang saja menjadi imam. Rumah saya hanya berjarak satu sandal jepit dari langgar. Saya lebih memilih jadi makmum yang berangkat ke langgar setelah imam membaca Fatihah atau makmum menjawab amin. Seperti saya bilang sebelumnya, saya sekarang sudah bisa nyaman salat di belakang siapa saja sejak menurunkan standar imam.

Sebagaimana imam, kami juga tidak punya muazin tetap. Saya pernah nulis di sini, muazin-muazin langgar kami cepat meninggal dunia. Maka, ketika ada orang baru mau azan, kami tentu saja sangat bersyukur.

Sebagaimana saya sudah menurunkan standar imam, saya lebih toleran lagi soal muazin. Entah itu suaranya yang setingkat Takeshi Goda (temannya Nobita), bacaannya yang tidak seusai ketentuan, apa sajalah. Bagi saya, orang mau azan itu sudah cukup. Wong masu ke langgar saja juga sudah lebih dari cukup. Peduli amat dengan azan bersuara bagus dan fasih.

Jamaah baru kami ini suaranya bagus. Nafasnya panjang. Satu-satunya masalah dia adalah: dia tidak mengucapkan syahadat dengan benar! Dia ucapkan syahadat Allah seperti mengucapkan syahadat Rasul. COba perhatikan Syahadat Rasul dulu yang bunyinya adalah:
Asyhadu anna muhammadan rasu_lulla_h..
Lalu ia ucapkan syahadat Allah dengan langgam yang sama
Asyhadu alla ila_ha illa-llah..
Jadi, "la" pada "la_ ila_ha" itu dibaca pendek seperti na pada "asyhadu anna"

Saya tidak pernah membicarakan kesalahan ini kecuali hanya dengan istri saya. Saya juga memakluminya, semaklum-maklumnya dengan prinsip toleransi yang sekarang saya anut.

***
Lalu, beberapa minggu terakhir, jamah itu menghilang. Istri saya lebih dulu memperhatikan absennya jamaah baru itu. Saya jawab, "Mungkin dia sekarang sudah dapat pekerjaan... sehingga tidak bisa lagi ke  langgar". Tetapi istri saya punya tebakan lain, "Jangan-jangan ada yang mengingatkan orang itu soal azannya yang keliru." Wah, ya bisa jadi. Tetapi siapa yang berani mengingatkan begitu?

Tebakan istri saya tepat. Besok malamnya,, pas pertemuan RT, Mbah K membisiki saya soal jamaah baru itu. Beliau cerita kalau beliau baru saja menegurnya. "Sak iki, le salat neng mesjid. Ora neng langgar."

Lha iya kan. Mbah K langsung tak bully sambil ngakak, "Pokoke, njenengan sing tanggung jawab Mbah. Mbesok teng akherat, nek ditakoni malaikat, ngopo jamaah kuwi ra neng langgar... njenengan sing njawab!" Hahaha.




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama