Ulah Abu Nawas

Ulah Abu Nawas Ala Para Sufi dan Nabi
Mahmud Muhammad Said
Terbit Tahun: Juli, 2004
Hlm: 272 + xx
Judul Asli: Hakaya al-Sufiyah
Penerbit: Dar al-Basyair (2001)
------------

This book is interesting in the way that the author deals with heavy religious subjects with a funny story. As you may have experience, for lay believers it is hard to understand many theological concept because it philosophical logics and abstract explanations. Who is God? How do we know that He loves us? and, the most importanly, how do we believe in God in implented our belief in daily lives.
This book belongs to the Sufism genre in Islamic literature. It talks about how to love God more than the worldly things. I translated the book for IIMaN publisher in Jakarta whose focus is on Islamic misticism.
***
Analisis Muhammad Abed Al-Jabiri yang mengategorikan tiga corak berpikir dalam tradisi Islam, bayani, burhani, dan ‘irfani, beberapa tahun terakhir banyak dipakai oleh para pemikir Islam Indonesia. Menurut konsep tersebut corak berpikir yang disebut bayani adalah corak berpikir yang menggunakan pendekatan kebahasaan (dalalah lughawiyyah) dengan tolok ukur validitasnya adalah kesesuaian antara realitas dengan teks. Sementara burhani adalah corak berfikir yang menggunakan pendekatan filosofis ilmiah dengan tolok ukur validitasnya adalah korespondensi (kesesuaian antara akal dan alam), koherensi (konsistensi logis), dan pragmatis.Sedangkan ‘irfani adalah corak berfikir yang menggunakan pendekatan psiko-gnosis, intuisi, dan dzauq (hati).

Dengan kategorisasi tersebut, bisa dilihat bahwa kebenaran dalam tradisi Islam tersebar dalam ketiga episteme (cara berfikir, nalar) tersebut. Kebenaran menurut tradisi Fiqh dan Ushul Fiqh berkembang dalam nalar bayani; sementara tradisi kebenaran filsafat berkembang dalam nalar burhani; dan kebenaran bagi para sufi berkembang dalam nalar ‘irfani.
Jika kita menggunakan semata-mata tiga kategori tersebut, kita tampaknya akan kesulitan untuk menjawab, dimanakah tempat genre kisah-kisah sufi seperti yang salah satunya dimuat dalam buku ini?

Meski bercerita tentang masalah-masalah tasawuf, metode yang digunakan jelas bukan ‘irfani, sebab untuk menangkap pesan dan mengakui kebenaran pesan yang termuat dalam kisah, Anda tidak perlu mujahadah. Demikian pula dengan bayani dan, apalagi, burhani. Muhammad Arkoun, meminjam dari tradisi linguistik dan semiotika modern, menyebut corak berpikir semacam ini sebagai mitis. Sambil berusaha menolak semua citra negatif yang ditempelkan oleh corak berpikir bayani dan burhani terhadap mitos, Arkoun mengatakan bahwa mitos mempunyai fungsi menjelaskan dan menunjukkan kesadaran kolektif kelompok untuk melakukan suatu tindakan bersejarah.

Dalam konsep Frye, suatu mitos tidak dimaksudkan untuk menguraikan peristiwa khusus, namun untuk memuatnya dengan cara yang tidak membatasi maknanya hanya pada peristiwa tersebut. Dengan kata lain, siapa pelaku dan dimana terjadinya peristiwa (seperti yang akan banyak Anda jumpai dalam buku ini) sesungguhnya tidak sepenting dan sebanding dengan pesan yang disampaikannya.

Seorang dokter, dengan nalar burhani-nya, akan memberikan angka-angka kematian agar Anda menjauhkan diri dari narkotika. Seorang ahli fiqh, dengan nalar bayaninya akan mengatakan bahwa berdasarkan metode Qiyas atas Al-Qur’an, narkotika adalah haram. Seorang Sufi tentu akan mengatakan bahwa ekstasi dalam perjumpaan dengan Al-Haq jauh lebih nikmat daripada mabuk dengan pil ekstasi. Sementara kisah dan mitos, seperti dalam buku ini, menggunakan bahasa dalam tingkatan yang lebih tinggi dari bahasa yang digunakan nalar bayani, untuk menggugah pikiran Anda (yang diandalkan oleh nalar burhani) untuk merenung dan membuka hati hingga hati Anda menemukan kebenaran dan ketentraman hati (tanpa pil ekstasi) seperti yang dicapai oleh nalar ‘irfani.
Dengan demikian, rasanya tidak cukup alasan untuk mengabaikan kisah-kisah berikut sebagai salah satu pendamping kita untuk menemukan kebenaran dan ketentraman hati. Selamat membaca.

Membaca buku ini, saya sebagai seorang penghibur yang kurang lebih sudah 26 tahun menekuni pekerjaan panggung hiburan, merasa belum berbuat apa-apa. Materi yang disajikan begitu bagus dan menghibur sebagai kumpulan kisah yang sarat dengan tuntunan dan makna kehidupan, bukan sekedar humor yang sengaja dibuat sebagai sebuah kelakar, namun penuh dengan bahan yang bisa kita renungkan. [Miing Bagito].

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama