Imlek dan Toleransi untuk Minoritas


Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah.

Pada hari ini, Jumat 31 Januari 2014, kita menjalani hari libur nasional untuk merayakan tahun baru Imlek 2565. Meski Imlek adalah tardisi sekelompok kecil, minoritas, dari bangsa Indonesia, tetapi kita merayakannya bersama-sama sebagai satu keluarga besar, keluarga bangsa Indonesia. Kebahagian saudara kita sebangsa dan setanah air adalah kebahagian kita juga.

Pada saat-saat kita merayakan hari penting suadara sebangsa kita seperti ini, seringkali kita mendengar celoteh ini dan itu, fatwa anu dan ini, yang dihubung-hubungkan dengan kerusakan akidah kita. Saya tidak tahu darimana asal-usulnya, tetapi khususnya setiap hari Natal selalu beredar kembali fatwa yang mengharamkan umat Islam dari mengucapkan selamat hari Natal. Alasannya, mengucapkan Natal adalah sama dengan mengakui akidah kaum Nasrani yang salah tentang kelahiran Isa.

Saya tidak tahu bagaimana "mengucapakan selamat" disamakan dengan "mengakui kebenaran sebuah doktrin". Konon, mengucapkan selamat sama dengan ikut berbahagia dan karena itu mengakui kebenarannya. Padahal, belum tentu juga kita mengucapkan selamat karena bahagia. Kata teman saya, "mengucapkan selamat atas pernikahan mantan pacar yang telah meninggalkan kita tidak mungkin disertai dengan rasa bahagia..."

Kalau pun ucapan selamat sama dengan ikut berbahagia, apa salahnya juga ikut berbahagia? Sebagai sesama anak negeri Indonesia, sebagai sesama manusia yang menghirup udara yang sama, dan sebagai sesama yang entah di masa lalu atau di masa datang kita saling membutuhkan dan saling menonolong, ikut berbahagia atas kebahagiaan seseorang tentu saja tidak harus dihubungkan dengan penodaan akidah.

Nabi SAW tidak saja mengucapkan selamat kepada kaum minoritas non-Muslim, tetapi juga "jaminan keselamatan". Apalah artinya sebuah ucapan selamat dibandingkan dengan "jaminan keselamatan" yang diberikan Nabi kepada minoritas-minoritas non-Muslim?

Dalam sebuah Hadits sahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
من قتل نفسا معاهدا لم يرح رائحة الجنة وإن ريحها ليوجد من مسيرة أربعين عاما
Barangsiapa yang membunuh seorang dzimmi, maka ia tidak akan pernah mencium aroma surga; padahal semerbak aromanya bisa tercium dalam jarak empat puluh tahun perjalanan!

Nabi SAW memberikan jaminan keselamatan kepada para dzimmi dan pernah bersabda bahwa, man adza dzimiyyan faqad adzani (barangsiapa yang menyakiti seorang dzmimmi maka ia telah menyakitiku). Kalau kita ingin meneladani belaiu dan mengikuti Sunnah beliau, maka hanya kedangkalan iman saja yang membuat kita begitu tidak percaya diri untuk mengucapakan selamat kepada non-Muslim. Iman yang kuat, mukmin yang percaya dengan kekuatan akidahnya, tidak akan pernah takut hilang akidah hanya karena mengucapkan selamat.

Oleh sebab itu, mari sekali lagi kita perkuat ukhuwwah wataniyyah kita lewat momentum-momentum hari besar saudara-saudara minoritas kita. Ukhuwwah wathaniyyah adalah bagian integral dari kesempurnaan iman kita dan karena itu tidak perlu lagi kita ragu-ragu untuk memperkuatnya. 

Semoga Allah menolong bangsa Indonesia dari segala musibah dan bencana, dari segala tingkah laku durjana dan korup, dan menjadikan kita sebagai bangsa yang kuat, bangsa yang mandiri dan bisda mensejahterakan seluruh anak negerinya. 

Barakallahu li wa lakum fi al-qur'an al-azim wa nafa'ni wa iyyakum bima fihi min al-ayat wa adz-dzikril mubin.

[Khutbah dismapaikan di Masjid Rahmatan lil Alamin Tamanan, Bantul]

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama