Catatan Ramadhan (24): Ngemis...

Apakah Anda termasuk orang yang royal atau pelit dalam memberi uang receh kepada pengemis di lampu merah? Saya, bukan bermaksud membanggakan diri, termasuk 'orang pelit' kepada pengemis di lampu merah. Hati saya itu bawaannya curiga saja kepada mereka karena informasi yang mengatakan bahwa para pengemis itu bisa menjadi kaya dari profesinya sudah bukan rahasia lagi.

Kemarin, saat saya sedang bersama seorang teman yang suka jual beli mobil di TVRI melihat seorang pengemis di salah satu lampu merah di Jogja. Penampilannya sangat 'mengasiankan': baju kumuh, kulit gelap dekil, dan ia berjalan tertatih-tatih dari satu mobil ke mobil lain. Melihat si pengemis, teman saya langsung bilang, "Ha ha ha. Pinter tenan Pak Fulan itu. Orang itu tetangga kita lo mas. Rumahnya Pleret. Sugih. Biasanya dia beroperasi di TVRI..." kata teman saya sambil senyum-senyum. Sayang, lampu sudah hijau sebelum Pak Fulan mendekati mobil kami. "Sehari dia bisa dapat 150 ribu lebih." kata teman saya mendeskripsikan.

Jelas, Islam mengajarkan agar kita loman, mudah memberi, tidak pelit, dan santun kepada pengemis. Allah menegaskan soal haq li al-saili wa al-mahrum sampai dua kali di surat berbeda dengan kalimat yang hampir sama persis, sedemikian pentingnya.Tetapi...., nah! Islam juga sama sekali tak menganjurkan umatnya menjadi pengemis. Tidak di satu ayat pun, tidak di satu hadits pun.

Diriwayatkan dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
 مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ.
 "Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya".

Hadits Kedua Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
 مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ.
 "Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api".

Hadits Ketiga Diriwayatkan dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
 َالْـمَسْأَلَةُ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ، إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِيْ أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ.
 "Minta-minta itu merupakan cakaran, yang seseorang mencakar wajahnya dengannya, kecuali jika seseorang meminta kepada penguasa, atau atas suatu hal atau perkara yang sangat perlu".
***
Sore tadi (03 Agustus), rumah saya kedatangan orang asing. Ia mengenakan jas rapi, sudah tua, dan naik sepeda yang lumayan bagus. Tanpa ba-bi-bu, saat pintu saya buka, ia langsung bilang, "Mau minta zakatnya Pak."

Dia ini siapa? Minta zakat? Entahlah, hawanya saya sudah su-u-zhan saja. Saya ambil uang Rp. 5000 dan saya bilang, "Pak njenengan sanes piyantun mriki, zakat hanya saya berikan ke pengurus masjid atau orang di sekitar. Jadi, ini ada sedikit uang sedekah saja. Bukan zakat." Saya bilang ke istri saya, "Saya pikir saya bukan termasuk orang pelit, tetapi saya membenci mental ngemis yang ada di orang itu."

Saya segera mencari informasi tentang orang tersebut, dan ternyata saya benar. "Weh, Pak Su*** niku wong sugih, sawahe ombo Mas. Nangeng nggih niku, njalukan. Idul Ahda mawon mubeng teng mesjid-mesjid njaluk daging mboten isin," kata tetangga saya yang orang asli kampung ini dan tahu siapa dia. Saya kira, saya tidak berdosa kalau bermuka masam dan jika tidak memberinya uang sekalipun. Islam tak pernah merekomendasikan orang mengemis!

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama