Muadzin Yang Pergi


Entah mengapa. Kematian terasa dekat dengan para jamaah kami. Belum hilang duka kami karena kepergian Pak Sofyan, tadi siang kami harus kembali melepas salah satu jamaah terbaik di langgar kami: Pak Rahmadi, Sang Muadzin.

Suaranya melengking tinggi. Terus terang saja suaranya tidak merdu. Hingga, pernah ada warga yang mengadu agar kami menegur dan menyuruhnya belajar adzan yang benar dan agar suaranya enak didengar. Tentu saja kami tolak. Suara merdu mungkin penting, tetapi di kampung yang tak perlu merayu orang agar masuk Islam, dan dihuni orang-orang Islam yang tidak semua rajin ke langgar, ada yang sudah rajin dan mau bangun paling pagi untuk adzan saja sudah perlu kami syukuri.

Pak Rahmadi memang tak pernah terlambat bangun dan shalat subuh karena sebagai sopir yang beroperasi di jalur Kaliurang, ia harus menempuh perjalanan yang cukup jauh untuk mencapai titik start daerah operasinya. Dari tempat kami tinggal di Bantul, jaraknya mungkin 25 KM sendiri. Kesiangan akan berarti buruk bagi rizikinya.

Mungkin orang akan bilang, "pantes saja..., kalau begitu ia bangun pagi bukan karena shalatnya, tetapi karena pekerjaan dan duitnya." Tetapi, apakah itu salah? Bukankah itu justru bukti bahwa pekerjaannya adalah pekerjaan yang baik, yang halal, dan bahkan bisa mendorongnya untuk rajin beribadah.

Pekerjaannya sebagai sopir mungkin lebih mulia dari ketua parpol yang bisa membuatnya korupsi, atau Irjen polisi yang menilep uang negara milyaran rupiah. Sebagai sopir, begitu kami dengar kematiannya, tidak sedikit pun ragu terbesit dalam hati kami: "apakah ia meninggalkan dosa korupsi di bekangnya?"

Pak Rahmadi juga pemberi ingat ke teman sesama profesinya, sopir-sopir yang dengan alasan pekerjaannya lalai akan shalatnya. Bagi Pak Rahmadi, menjadi sopir justru membuatnya lebih dekat ke jalur shalat.

Sekarang, suara lengking itu tak terdengar lagi. Pak Rahmadi adalah muadzin kedua yang meninggal selama saya tinggal di sini lima tahun terakhir. Berarti harus ada muadzin ketiga yang menggantikannya. Kalau pun tidak bisa melantunkan adzan di tempat kami, saya berdoa semoga ada banyak pengganti Pak Rahmadi di langgar-langgar yang lain.

Selamat jalan Pak. Kami akan menyusulmu. Innalillah, wa inna ilahi rajiun.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama