Waktu dalam Dua Dimensi

Sudah beberapa hari ini saya wira-wiri Jogja-Imogiri untuk menyelenggarakan workshop PRA (participatory rural appraisal), atau kaji desa partisipatoris. Saya akan cerita tentang kegiatan ini nanti kalau sudah selesai.

Sekarang saya ingin berbagi saja satu cerita sebelum pelaksanaan kegiatan ini.


Dalam situasi puasa dan lebaran, saya menyiapkan kegiatan ini. Tentu saja susah ya. Waktu seperti berjalan dengan cepat dan orang-orang (panitia, fasilitator, dan peserta) sibuk dengan dirinya sendiri-sendiri.

2 hari sebelum mudik, saya baru bisa memastikan tanggal pelaksanaan dan kesediaan fasilitator. Segera setelah lebaran, saya mengumpulkan teman-teman panitia. Kami semua sepakat: WAKTU SUDAH SANGAT PENDEK! Acara akan kami selenggarakan seminggu lagi dan persiapan kami di lokasi masih nol (belum ketemu Pak Lurah, belum mencari penginapan, belum bicara soal akomodasi, dan seterusnya).

Tidak ada pilihan lain, kami harus egera ke Selopamioro, sebuah desa di kaki Goa Cermai, ujung timur di wilayah Imogiri, Bantul.

Setelah bertemu Pak Lurah (Kades), kami direkomendasikan untuk bertemu Pak Kadus Srunggo, tempat pelatihan kami. Sayangnya, Pak Kadus sedang pergi dan sebagai gantinya kami menghadap sesepuh desa itu, Pak Mantan Lurah. Hari itu kami hanya bicara tentang kesiapan lokasi.

Esok harinya, saya kembali ke dusun. Hari itu saya harus ketemu Pak Kadus langung. Saya membawa misi panitia yang "panik" karena waktu sudah semakin mepet: tinggal enam hari lagi.

Begitu kami sampaikan maksud kedatangan kami, Pak Kadus menjawab dengan tenang, "Oh begitu ya mas. Baiklah nanti akan saya carikan tempatnya. Gampang koq, WAKTUNYA KAN MASIH PANJANG." jawabnya.

Perasaan saya langsung mak plong. Tinggal 6 hari bagi kami sudah sangat pendeka, tetapi bagi Pak Kadus, 6 hari itu ternyata masih panjang. Oh.

Kita yang di kota akan berumur lebih pendek dibanding mereka yang tinggal di desa. Sebab cara "modern" kita dalam menghargai waktu, waktu sebagai uang dan kesempatan, justru memangkas waktu menjadi lebih pendek, dan sebagai akibatnya umur kita pun sebenarnya semakin pendek, kesempatan kita untuk [menikmati] hidup pun lebih pendek.

Jadi, siapa sebenarnya yang membuang-buang waktu?

Yogyakarta, 9 November 2007,
saat capek kehabisan waktu...

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama