Kaisar Victorio

Beberapa hari yang lalu, seperti biasa, saat bekerja di perpustakaan saya menemukan buku yang menggoda saya untuk melihat-lihat sejenak. Judulnya adalah "sketsa tokoh Surabaya". Bukan buku baru ya, tetapi bahwa buku ini sampai ke tangan saya di sini kan sudah lumayan.

Surabaya sudah lama tak saya dengar kabarnya. Malah, saya lebih sering mendengar kota kecil tetangganya, Sidoarjo, yang sedang terkena musibah. Saya sendiri terakhir kali ke Surabaya kira-kira tahun 1996an, saat menjemput bapak saya yang pulang haji (wah, baru sadar kalau itu sudah 10 tahun!!!).

Antara 1990-1993, saya sering ke Surabaya, ya sekedar jalan-jalan ke rumah paman saya, atau karena sekedar mampir dari Jember. Tetapi "kontak" saya dengan Surabaya sangat intens justru sebelum tahun 1990. Saat saya masih di Tsanawiyah, saya sering mendengarkan radio-radio yang dipancarkan dari Surabaya untuk mendapatkan episode terbaru sandiwara radio. Maklum, kalau mendengarkan radio lokal bisa selisih 1-2 episode.

Tetapi, yang paling sering saya dengarkan sesungguhnya adalah acara "Trio Borulo" di Radio Suzzana (Am 1416[?]... Radio Suzanna... begitu kalau nggak sala jinggle-nya). Acara ini diudarakan secara live pada jam-jam siang (kayaknya sih jam 3-5 sore tepatnya).

Kalau yang tidak kenal acara ini, mungkin Anda pernah tahu "Mbah Wonokairun" atau boneka centil Suzan. Mbah Wonokairun adalah salah satu karakter yang ada di acara "Trio Borulo" ini dan kemudian menasional pada tahun 1980an lewat paket acara yang disponsori obat flu Mixagrip dan Enggran.

Nah, di buku yang saya temukan inilah saya diingatkan kembali dengan Kaisar Voctorio yang bergelar Kaisar Dagu Panjang, nama udara Ahmad Afandi yang memang berdagu panjang.

Oh. Dia memang jago nglucu dengan semua karakter yang dia mainkan, mulai dari Wan Abud yang orang Arab (karakter yang dibajak oleh Wan Abud komedian yang bermain dengan Doyok dan Kadir), Brodin yang orang Madura, Mbah Wono Kairun yang tua-tua keladi, dan juga satu lagi karakter China (aduh, lupa aku namanya).

Menurut buku ini, pernah suatu ketika ada rombongan orang-orang Arab Ampel yang datang ke radio Suzzana untuk memprotes Wan Abud itu. Orang-orang Arab itu pun ditemui oleh Ahmad Afandi, yang mereka kenal baik, dan ia berjanji untuk mempertemukan mereka dengan Wan Abud.

Karena sudah waktunya siaran, Bung Kaisar pun kembali ke ruangannya. Setelah mengucapkan salam sambutan dan terimakasih atas kunjungan warga Ampel itu, Afandi pun segera memerankan dirinya dengan suara Wan Abud... Begitu mereka tahu bahwa Wan Abud tidak lain adalah Kaisar Victorio, mereka pun ngakak dan tahu kalau dikerjai.

Ada juga crita tentang rombongan bis yang datang jauh-jauh dari pelosok Probolinggo ke Radio Suzzana hanya untuk bertemu dengan Mbah Wonokairun.

Yang lebih heboh lagi adalah pada tahun 2001. Di bulan Juni, kalau saya nggak salah, Kaisar Victorio mengumumkan bahwa acara Trio Borulo yang sudah mengudara puluhan tahun itu akan dihentikan dan akan diganti dengan acara musik rock. Demi mendengar berita ini, ratusan penggemar segera menelpon radio Suzana, diantaranya ada yang sambil marah mengatakan, "Apa Radio Suzanna sudah nggak punya duit untuk membiayai acara itu? Biar kami yang bayar".

Kalau Agus Wahyudi, penulis buku ini, memasukkan nama Kaisar Voictorio di antara 21 orang Surabaya yang berpengaruh, Bung Kaisar memang pantas mendapatkannya. Saya kira tidak ada penyiar radio di Indonesia yang lebih terkenal daripada Mbah Wonokairun ini. Kangen rasanya untuk mendengarkannya kembali suaranya...

2 Komentar

  1. wah bung, kebetulan saya juga pengen banget denger lagi suaranya mbah wonokairun.. hahahha.. punya info lebih lanjut ga ttg Kaisar Victorio bung?
    http://commandsave.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Cak Afandi, Bang Kaisar. Bagi saya adalah seniman udara terbesar. Beliau mampu memikat tua muda dari seluruh kalangan. Sampai saat ini saya masih ingat teriaknya : "Stooop! Sendal kaisar ketinggalan...!" Ketika itu saya masih siswa SD, telah menjadi penggemar beratnya. Kemudian panggilan takdir memberikan kesempatan pada saya menjadi penyiar, kecintaan itu terekspresikan.
    Gaya dan kekayaan karakter Kaisar banyak mengilhami saya dalam memikat pendengar. Bahkan karakter kakek konyol (Mbah Tiwul)yang saya adopsi ternyata lebih populer dari saya sendiri.
    Walaupun Kaisar tidak mengenal saya, namun beliau adalah guru saya. Terima kasih, Sar. ikhlaskan ilmumu untukku. Meski kini saya telah turun dari udara, Namun saya yakin, ilmu yang telah kau tebar akan menumbuhkan pendekar-pendekar baru di udara. menghibur dan membina bangsa. Rinduku CAHYO PRAYITNO

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama