Nyambung Sanad Riset

Saat melakukan riset di Israel, ada satu nama penting yang sering muncul di depan saya. Baik karena ia dikutip orang, atau, karena saya baca artikel dan bukunya. Pak Peter G Riddell. 

Kesimpulan dan argumen riset saya, hanya saja, berbeda dengan beliau. Saya mengkritik argumen klasiknya bahwa tidak ada aktifitas penerjemahan Al-Aqur'an setelah Tarjuman. Saya mengatakan ada, tetapi tidak dalam bentuk seperti Tarjuman. Sebab, tradisi terjemah di Asia Tenggara, sejak zaman dulu, mirip dengan Asia Selatan. Terjemah itu oral, bukan tulisan.

Saat kenalan, saya sampaikan hal itu. Sambil minta maaf bahwa saya berbeda pendapat dengan beliau. Saya bertanya juga apakah beliau sudah merevisi teorinya. Belum katanya, sambil menjawab, "Ya, akademisi wajib begitu. Jangan minta maaf karena beda pendapat. Apakah argumennya mau dipresentasikan di sini?" tanyanya.

"Tidak Pak, tapi akan segera terbit di Jurnal Indonesia and Malay World. Nanti saya kabari."

Tentu saja, jarang sekali saya punya kesempatan begini. Meneliti, mengajukan argumen baru, tetapi sekaligus bisa ketemu dengan yang kita kritik dengan cara yang menggembirakan.

Foto: Pak Bern Arps, Pak Riddel, dan saya. Makan malam perpisahan.



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama