Mantra Sukses Paroh Musim Arsenal


Ada banyak faktor yang membuat Arsenal musim ini berbeda dari musim-musim sebelumnya. Mulai dari matangnya proses implementasi gagasan dan filosofi Arteta, perubahan mental, sampai dengan kecanggihan Edu dalam rekrutmen pemain baru. Saya ingin menggarisbawahi satu kata kunci penting, sebuah mantra, di aspek permainan Arsenal. Arteta menyebutnya sebagai "versatile," secara kamus berarti "kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai tugas dan fungsi." 

Saya tidak tahu apakah Arteta adalah pelatih yang pertama mengusung konsep ini di sepak bola. Tetapi dalam kasus liga Inggris dan sejauh yang bisa saya saksikan, Arteta lah yang secara khusus menekankan elemen "versatilitas" ini dalam strategi dan taktik sepakbolanya. 

Selagi secara "konvensional", tim dibangun dengan menekankan integrasi sebelas pemain spesialis, Arteta sebaliknya sengaja menghindari spesialisasi. Jika harus memilih antara dua pemain yang harus dibeli, yang satu "spesialis" dengan rating 4/5, dan yang lain versatile dengan rating 3/5, Arteta mungkin akan memilih yang kedua. Misalnya, Jesus itu di mata banyak orang, dibeli dengan alasan untuk menjadi striker ujung tombak, menjadi pemain nomor 9 murni dalam sistem sepakbola tradisional, pengganti Auba.

Pertanyaan orang waktu itu, nggak salah pilih nih? Jesus kan tidak pernah menjadi ujung tombak di Man City? Di bawah Pep, ia main di sayap. Ia bukan nomor 9 tradisional dengan rating 5/5, atau 4/5 pun nggak. Arteta melihatnya lain: ia tidak butuh banget nomor 9 murni. Berbeda dengan Guardiola yang biasanya mengganti nomor 9 dengan false-9, Arteta menggantinya dengan striker versatile, yang leluasa bergerak ke kiri dan kanan. Jesus memenuhi syarat ini.

Kasus Jesus bukan kasus unik. Jika di depan ada seorang striker yang versatile, di lini tengah Arteta menyulap Xhaka yang awalnya gelandang bertahan (6) menjadi gelandang box-to-box yang bermain bebas di sisi kiri lapangan, dari membantu pertahanan sampai menjadi pencetak goal -- fungsi yang menjadi maksimal setelah lapangan tengah aman dijaga Party. 

Di barisan belakang, Arsenal punya lebih banyak lagi pemain versatile. Ben White yang musim lalu bermain sebagai bek tengah bisa diubah menjadi bek kanan yang rajin menusuk ke kotak penalti lawan. Orang mengira fungsi itu dilakukan karena ia "terpaksa" berubah akibat datangnya Saliba dan cideranya Tomiyasu. Tetapi kalau dilihat dari filosofi Arteta, perubahan itu sudah diantasipasi sejak awal. Ben White dulunya memang pernah menjadi gelandang sebelum menjadi bek tengah di Brighton. Ia dibeli mahal, 50 M, tentu bukan semata-mata untuk menjadi bek tengah.

Tomiyasu pun juga demikian. Meski rutin main di kanan yang kini lebih banyak dihuni Ben White, ia juga seorang bek yang versatile. Kiri kanan oke. Di Timnas Jepang ia main di kiri. Saat melawan Liverpool musim ini, ia bahkan dipilih Arteta untuk menggantikan Tierni di kiri dengan tugas khusus mengawal Salah. Hasilnya? 90 menit Salah "hilang" dari lapangan.

Lini pertahanan kiri Arsenal juga dipegang oleh bek yang versatile, Zinchenko. Selagi ia diplot sebagai bek kiri di klub, ia bermain sebagai gelandang serang di Timnas Ukraina. Dalam duel minggu ini melawan MU, Zini bermain liar ke semua penjuru lapangan bak gelandang serang. Dan kerennya, semua itu dilakukan dengan timing yang tepat tanpa mengusik para penghuni asli di ruang-ruang yang ia masuki. Ia seperti menjadi pengganti Odegaard yang malam itu agak meredup. 

Bagaimana dengan penjaga gawang? Arsenal itu punya banyak penjaga gawang hebat. Buktinya? Kiper-kiper cadangan pun ketika dijual langsung menjadi kiper utama di klub lain. Fabianski (West Ham), Szczęsny (Juventus), Leno (Fulham), dan tentu saja sang juara dunia Martinez (Aston Villa). Jadi, orang heran juga ketika Arteta melepas Martinez demi seorang penjaga gawang yang langganan ikut tim degradasi.

Mengapa Arteta memilih Ramsdale? Ketika Jack Wilshire diminta menyusun starting eleven timnas Inggris di Piala Dunia, ia pilih Ramsdale daripada kiper utama Pickford atau Pope. Bukan karena ia Arsenal, tetapi kata Wilshire, "Jika Anda ingin membangun serangan dari garis belakang, Ramsdale yang terbaik."

Ramsdale mungkin bukan the best stopper ala kiper tradisional. Arsenal sudah punya Leno dan Martinez waktu itu. Ramsdale direkrut terutama karena kemampuannya mengelola bola dan mendistribusikannya ke tengah lapangan atau di belakang garis pertahanan lawan. Ia menjadi semacam kiper yang merangkap sebagai gelandang. Kiper yang, sekali lagi, versatile!

Dua rekrutan teranyar Arsenal, Leo (penyerang) dan Kiwi (bek kiri), juga memenuhi syarat versatilitas. Tiga musim di Brighton, Leo main di sayap kiri, sayap kanan, dan pernah menjadi ujung tombak pengganti Welbeck yang cidera. Sementara Kiwi yang kidal, juga bisa bermain sebagai gelandang. Keduanya direkrut dengan mantra versatile!

***

Versatilitas adalah kunci untuk memainkan "Artetaball," sebuah gaya bola "baru" yang memadukan Guardiola-ball dan Wenger-ball. Berbeda dengan Guardiola yang menganut disiplin possesion, Arteta mencampurinya dengan sepakbola gaya Wenger yang mengandalkan instinct dan kecepatan. Pemain dilatih dengan skema penguasaan bola seperti City, tetapi dengan versatilitas untuk berubah cepat dan fleksibel dalam membongkar titik lemah lawan.

Contoh sederhananya, tonton saja lagi pertandingan MU vs City dan Arsenal vs MU. Menghadapi pertahanan ketat MU yang diselingi serangan balik mematikan, dominasi City yang membosankan berbuah kekalahan. Sementara dominasi dinamis Arsenal berbuah kemenangan.

Apakah gaya Arteta akan menghentikan dominasi gaya Guardiola? Waktu yang akan mengujinya. Tetapi setidaknya kita sekarang sudah bisa menikmati dinamisnya gaya bermain sepakbola possesion yang dibumbui "versatilitas." 

Bagi fans Arsenal, itu saja sudah cukup. Juara liga? Kalau dapat ya syukur, wong awalnya nggak narget. Kalau nggak, tahun depan akan tiba waktunya.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama