Mengajarkan Kejujuran


Kejujuran itu barang aneh. Mungkin. Sebab, selama bertahun-tahun saya mengajar, ketidakjujuran justru menjadi barang yang normal. 

Sering kali, peringatan di awal kuliah saja tidak cukup. Kadang, sudah diulang-ulang di setiap memberikan tugas juga masih belum cukup. Ketidakjujuran, tentu bagi sebagian orang, bukan barang haram.  Terkait tugas-tugas kuliah, misalnya, nyontek dianggap perilaku yang sah-sah saja.

Hari ini, saya mengoreksi pekerjaan para mahasiswa saya. Awalnya, karena sudah memberikan peringatan di awal kuliah, saya husnu zan saja. Saya tidak melakukan pengecekan terkait plagiarisme. Toh, tugas kuliahnya juga gampang sekali: praktik melayout sebuah naskah agar sesuai dengan ketentuan penulisan skripsi. Tugas gampang sekali!

Tetapi, husnu zan saya segera terhenti begitu saya dihadapkan tiga naskah yang memiliki kekeliruan yang identik. Kalau sama-sama benar, dosen pasti tidak bisa mendeteksi. Tetapi kalau sama-sama keliru, dan di bagian yang tidak mungkin terjadi kekeliruan yang sama, tentu gampang sekali mencium bau plagiat itu.

Maka, saya umumkan di grup WA kelas. Saya himbau para pelaku untuk mengaku saja. Tak lama kemudian, belasan WA masuk. Meminta maaf.

Anak-anak itu, saya kira, hanya korban "lingkungan" saja. Tontonan perilaku koruptif mudah sekali ditemukan dan menjadi tontonan mereka. Lha, rektor saja bisa korupsi... Dosen saja bisa plagiat... Maka, siapa yang akan jadi teladan mereka? 

Saya tentu saja akan memaafkan. Sebab, menghukum mereka bukan tujuan saya. Dengan kasus-kasu seperti ini, saya hanya ingin mengajarkan kejujuran. Juga, semoga, selalu bisa memberi teladan soal kejujuran. 


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama