Dingin Tetapi Hangat


Dua minggu terakhir, musim dingin di Yerusalem mulai menyiksaku. Meski pernah tinggal dua tahun di Amerika, saya tinggal di kota yang nggak dingin-dingin amat dan relatif lembab. Yerusalem dingin banget dan kering. Perpaduan yang menyiksa.

Di apartemen sebenarnya ada sistem penghangat. Masalahnya, penghangatnya tersentral untuk tiga kamar. Mati, mati semua. Nyala, nyala semua.  Satu orang penghuni di sini anti pemanas. Ia bahkan sampai menyembunyikan remot (gila dia emang). Nah, penghuni lain lagi, beli penghangat portable untuk kamarnya. Tinggal saya sendiri yang kedinginan.

Maka saya putuskan untuk ikut-ikutan membeli penghangat portable. Saya cari, ada satu barang di toko online. Tetapi butuh waktu lama untuk pengiriman. Mau beli di toko lokal, belum tahu di mana bisa membelinya.

Nah, Jumat lalu saya punya kenalan baru di Masjidil Aqsa. Ia orang Palestina dari West Bank yang berhasil masuk ke Israel, hanya untuk Jumatan. Waktu itu, ia mengaku punya toko elektronik. Maka saya kontak teman baru itu. Ia tidak langsung menjawab. Saya pun harus mencari penghangat dari toko lain.

Dua hari kemudian, ia baru menjawab. Lewat voice note ia sampaikan maaf, ia sedang repot waktu menerima pesan sehingga lupa untuk menjawab. Ia bilang, ia tidak punya heater seperti yang saya cari. Ia punya tipe lain, "It is not 500 watt. It is 2000 watt. If you need it, I will bring it as a gift for you."

Trenyuh hati saya. Orang baik itu ada di mana-mana. Saya ucapkan terima kasih untuk tawarannya. Tetapi saya tidak bisa menerimanya karena pas saya butuh waktu itu, saya mendapatkan bantuan dari seorang pegawai/teknisi apartemen. Ia orang Yahudi, saya kenal baik karena pernah memperbaiki toilet di apartemenku. 

Sejak kenalan itu, kami selalu saling sapa. Kantornya ada di lantai terbawah apartemen. Pagi itu, kami ketemu di elevator. Seperti biasa, ia tanya, "How are you today?" Kami lebih sering berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Kadang ia pakai bahasa Arab yang sedikit ia bisa. Sebaliknya kadang saya menggunakan sedikit bahasa Ibrani yang saya bisa. Saya ceritakan kalau saya kedinginan dan butuh beli penghangat portabel. Ia paham, tetapi tidak tahu juga di mana tokonya. Ia berjanji mencarikan untuk saya.

Singkat cerita, saya sudah punya penghangat dari orang Yahudi Israel. Saya diminta menggantinya dengan harga yang murah. Bentuknya, persis seperti yang akan dihadiahkan oleh orang Palestina Muslim. Niat keduanya sama, membantu saya, orang asing yang sedang kedinginan di sini. Dalam hal kebaikan orang, kaidah emas ini selalu berlaku: jangan pernah bertanya agamanya apa, politik negaranya apa. Ketika urusan kita personal, orang baik itu tidak perlu identitas. Ia hanya butuh hati yang hangat.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama