Setelah Plagiat



Ada dua komentar yang ingin  saya tanggapi secara khusus karena komentar itu bersumber dari salah paham terhadap plagiarisme.  Jika paham ini diturunkan ke mahasiswa, ambyar integritas akademik kita.

Komentar pertama mengatakan, jika kasus saya ini terkait kalimat yang tidak disebutkan referensinya, kata bapak itu, "Kalau ... cuma persoalan mencantumkan referensi ya gak perlu heroik membahas plagiarisme. Panggil aja suruh mencantumkan sumbernya. Beres kan?"

Jujur, saya speechless membaca komentar ini. Duh, gusti,  saya pilih untuk tidak membalas komentar itu langsung. Dua salah paham dalam komentar itu adalah: pertama, dia menyepelekan persoalan tidak mencantumkan referensi. Dia sebut saya (sok) heroik dengan menyebut kasus seperti ini sebagai plagiarisme. Lha plagiarisme itu memangnya apa kalau bukan -- salah satu bentuknya -- soal tidak mencantumkan referensi?

Kesalahan kedua dari komentar itu soal tindakan yang harus diambil untuk mengoreksi plagiarisme. Dia bilang, "Panggil saja, suruh mencantumkan sumbernya. Beres kan?" Ah. Ini kita ngomong apa? Bimbingan skripsi, tesis? Panggil, dimarahi, revisi, beres!

Ini mirip komentar kedua yang mengatakan, "...  Lebih baik langsung ke yang bersangkutan dan pihak editor jurnalnya. Jika tak layak cukup langsung didelete saja!" Saya heran, komentar ini di-like oleh dua orang dosen juga. Komentar ini menunjukkan dia tidak paham dunia publikasi ilmiah. Mendelete naskah yang sudah terbit itu adalah editorial misconduct! Praktik jahat editor jurnal yang ada sanksinya.

Naskah yang sudah terbit itu tidak boleh dihapus. Kewajiban editor adalah melakukan retraksi. Jurnal yang bener, pasti punya kebijakan retraksi.

Dua hal yang harus dilakukan editor terhadap naskah plagiat. Pertama, metadata artikel diganti dengan pengumuman bahwa naskah tersebut 'ditarik' dari publikasi karena terbukti plagiat. Kedua, naskah versi PDF diganti dengan naskah PDF yang diberi watermark "retracted" atau "dicabut dari publikasi".

Begitu, tidak asala delete ya bro.

Plagiarisme itu bukan Idul Fitri. Tidak perlu si plagiator minta maaf kepada penulis yang diplagiat, lalu diselesaikan secara kekeluargaan dan dimaafkan. Plagiarisme itu kiamat. Pilihannya hanya hisab: diputus plagiat dan dicap plagiat di publikasinya. Soal sanksi, tergantung berat ringannya.

Bagi yang belum tahu seluk beluk plagiarisme, bisa cek di sini http://anjani.ristekdikti.go.id/ Jangan sampai menurunkan paham nggak bener ke mahasiswa.






Post a Comment

Lebih baru Lebih lama