Saya dan Plagiarisme

(c) VisualCommunicationGuy.Com

Saya dan plagiarisme itu seperti Yuni Sara dan pernikahan. Saya membenci plagiarisme dengan kebencian tingkat emosi karena saya sudah berkali-kali menjadi korban; sama seperti Yuni Shara yang mengisahkan trauma pernikahannya di channel Yotube Deddy Corbuzier itu (cari sendiri videonya).
Begini, saya ceritakan lagi untuk yang belum tahu. Karena demikian jengkelnya dengan praktik plagiat, dulu saya dan teman-teman dosen muda di UIN pernah bikin tim anti plagiat. Cak Moch Nur Ichwan itu salah satu teman saya dalam koalisi ini, yang sampai bikin sticker kampanye anti plagiat di UIN. Di tim itu, saya diamanati untuk menulis buku pedoman yang rencananya akan digunakan sebagai buku saku anti plagiarisme di UIN. Anda bisa unduh buku saya itu di sini: http://bit.ly/waqf01plagiarism (versi 2020)
Jadi, maaf ya, kalau Anda mengira saya belum paham apa itu plagiarisme, apa saja jenisnya, bagaimana praktiknya, Anda salah! Meski bukan ahli, minimal, saya sudah pernah melakukan riset dan menulis buku tentang plagiarisme.
Tetapi bukan itu yang membuat saya gampang emosi. Saya menjadi korban plagiarisme berkali-kali, bukan hanya oleh mahasiswa saya di kelas yang suka copas, tetapi juga yang dilakukan oleh dosen, alumni luar negeri, calon profesor, sampai dengan yang profesor pun!
Sebagai dosen, tentu saja saya kenyang ditipu mahasiswa yang menyerahkan makalah hasil copas dari Internet. Kepada mereka, saya tidak emosi, saya sangat berkomitmen untuk mendidik. Karena itu, di awal kuliah, saya selalu mengajari apa itu plagiarisme dan wanti-wanti untuk tidak melakukan. Kalau ada yang melakukan? Semester ini, ada satu mahasiswa yang tidak saya luluskan di S1, ada satu tesis yang nyaris saya batalkan kelulusannya.
Korban paling sering yang saya alami adalah sebagai pengelola jurnal. Berkali-kali di Jurnal al-Jamiah itu kami ditipu oleh penulis yang sedemikian rupa nyaris tak terdeteksi plagiarismenya. Ada yang mensubmit makalah teman kuliah di luar negeri, ada yang mensubmit hasil terjemahan tulisan orang lain, ada yang mensubmit tulisan dia dalam bahasa Indonesia dan dia tulis ulang dalam bahasa Inggris tanpa menyebut publikasi pertama. Ada profesor yang sok tidak berdosa dengan menerjemahkan proceeding conference yang ia pernah terbitkan.
Koq jadi korban? Ya iyalah. Pengelola jurnal itu tidak dibayar. Kami sumbangkan waktu dan tenaga untuk mereview artikel, puluhan artikel per bulan, membantu memperbaiki, sampai naskah itu siap terbit dan layak dibaca. Eh, begitu tinggal terbit, berkali-kali kita tidak sengaja ketemu plagiatnya. Berbulan-bulan kami bekerja, musnah seketika oleh prilaku brengsek penulisnya. Sekali lagi, tidak hanya sekali lho, berkali-kali, hingga belasan kali! Tidak percaya? Tanya Rezza Maulana Mata yang lebih jeli dari Turnitin itu.
Jadi, saudara-saudara yang meminta saya agar bijak, agar saya tidak serius menyikapi kasus plagiat, malam ini saya tidak berminat dengan saran Anda! Entah bulan depan.
Demikian juga kalau Anda meminta saya membuktikan tuduhan saya dengan menunjukkan artikel mana yang dijiplak, saya juga tidak berminat. Si penulis tahu apa yang ia lakukan. Mereka yang berpengalaman di dunia jurnal juga tahu cara menemukan artikel saya yang dijiplak itu mana, wong semua ada di internet.
Gitu ya Bro, Sis, Om, Tante.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama