Masjid Ramah Difabel


Judul buku: Masjid Ramah Difabel: Dari Dari Fikih ke Praktik Aksesibilitas 
Penerbit: LKiS (Yogyakarta) Tahun: 2019 
ISBN: 978-623-7177-15-9 
Beli buku ini di Bukalapak
*** 
Jika pembaca memperhatikan judul buku ini, mungkin ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dengan masjid ramah difabel?” atau bertanya, “Mengapa dari Fikih?” Pertanyan pertama akan dijawab oleh buku ini secara keseluruhan. Pembaca dapat memperoleh informasi tentang apa yang dimaksud dengan masjid ramah difabel dengan membaca tuntas dari Bab 1 sampai dengan Bab 13. 

Saya membagi tiga belas bab itu dalam tiga bagian: bagian pertama tentang asal-usul relasi masjid dan aksesibilitas; bagian kedua menjelaskan tentang konsep dan gagasan ‘masjid aksesibel yang ramah difabel’; dan bagian ketiga, menyajikan contoh masjid aksesibel. Anda boleh membaca tanpa berurutan, karena ketiga bagian itu berdiri saling melengkapi dan tidak dibuat dalam baris berurutan. Dengan membaca tiga bagian itu, konsep masjid ramah difabel dijelaskan tuntas. 

Pertanyaan kedua, tentang munculnya Fikih di buku ini, dapat saya jawab demikian. Pertama, isu disabilitas di Indonesia kini mulai dibahas dari sudut pandang Fikih oleh banyak pihak ‘berwenang’ dalam urusan agama. ‘Kewenangan’ yang saya maksud dimiliki oleh NU, Muhammadiyah, dan perguruan tinggi agama Islam yang telah memilih ‘Fikih’ sebagai kata kunci dalam diskusi relasi Islam dan disabilitas. Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga mengawali diskusi ini dengan menerbitkan buku Fikih Disabilitas pada tahun 2016. NU menerbitkan buku Fikih Penguatan Penyandang Disabilitas pada tahun 2019, dan Muhammadiyah juga tengah mendiskusikan penyusunan buku Fikih Disabilitas. Maka, buku ini bagian dari genre itu. 

Kedua, seperti yang nanti saya jelaskan juga di dalam buku ini, berbicara tentang masjid dan praktik ibadah di masjid tidak dapat dilepaskan dari Fikih. Fikih mememliki banyak ketentuan yang mempengaruhi prilaku muslim dalam bermasjid. Misalnya prilaku menjaga kesucian dan arsetektur masjid terkait kesucian. Fikih jelas berpengaruh dan karena itu tidak dapat diabaikan. Saya mencoba menjelaskan berbagai aspek Fikih ini sebagai bagian dari upaya ‘integrasi dan interkoneksi’ seperti yang dicita-citakan UIN Sunan Kalijaga. Saya tidak akan semata-mata melakukan riset lapangan tentang praktik aksesibilitas dengan mengabaikan konsep-konsep Fikih. Oleh sebab itulah saya memberinya sub judul: dari Fikih ke praktik aksesibilitas. *

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama