Catatan Bangkok: Manusia Super


Saya mengenalnya pertama kali lewat email panitia conference. Hanya ada dua orang Indonesia yang diundang. Saya dan orang ini. Kalau saya menyebutnya sebagai manusia super, itu saya jamin karena ia 'super beneran'! Saya toh bukan termasuk orang latah yang suka bilang "super sekali" itu (duh).

Namanya Sugiyo. Walaupun namanya berarti "kayalah engkau", ia bukan orang yang kaya materi. Dia tidak sekaya ARB, HT, atau PS. Tetapi, meski hanya mengenalnya tiga hari, saya bisa menyebutnya orang yang kaya hati dan pemberi. "Aku masih simpan itu tongkat yang kau bagi." Kata teman kami dari Malaysia kepada Sugiyo. Mereka pernah bertemu sebelumnya beberapa kali. Setiap bertemu, Sugiyo selalu membawa oleh-oleh buat temannya itu. Di pertemuan kali ini, ia bawakan batu akik dan buku Yasin Braille untuk ketua "Yayasan Orang Buta Malaysia" itu.

Bukan hanya kekayaan hati yang membuat Sugiyo saya sebut manusia super. Dengarkan kisahnya.

Ia ditinggal mati ibunya saat usia tiga tahun dan bapaknya saat ia berusia sembilan tahun. Jika kau lahir di tengah keluarga kaya raya, kematian saja mungkin tidak terlalu menjadi masalah karena mereka yang pergi meninggalkanmu warisan untuk melanjutkan hidupmu.

Sugiyo tidak seperti itu. Ia harus hidup bertumpu kepada kakaknya. Mereka tinggalkan Kebumen untuk bersama-sama mengadu nasib di Jakarta.

Jalan pendidikan Sugiyo juga tidak mulus. Karena berbagai masalah, ia baru bisa memulai sekolah dasar saat usianya 11 tahun. Ia beruntung mendapatkan beasiswa tetapi harus jauh-jauh meninggalkannya kakaknya di Jakarta dan mencari ilmu di Temanggung. Demi beasiswa juga ia hijrah ke Pemalang hingga menyelesaikan sekolahnya di SMAN 1 Pemalang.

Tetapi itu adalah jalan buntu pendidikan formal Sugiyo. Karena tidak ada yang membiayainya kuliah, ia kembali ke Jakarta. Selama tujuh tahun ia jalani hidupnya sebagai tukang pijat. Bagi Sugiyo, tukang pijat bukan profesi yang mudah.

"Dulu, saya tidak segemuk ini." katanya. Sugiyo orangnya kecil seperti saya, saat itu, seperti saya dulu, mungkin hanya berbobot 45-47 Kg. "Susah sekali jadi tukang pijat dengan tubuh seringan itu. Tetapi saya tetap kuatkan diri untuk menjalaninya. Kalau pun saya harus sakit dan mati kecapekan, biarlah, yang penting saya tidak mengemis, tidak memeinta-minta." Kenangnya.

Meski gagal kuliah karena terbentur biaya, tekad Sugiyo untuk belajar tak pernah padam. Pada tahun 1997 ia berkesempatan belajar komputer di sebuah yayasan. Kontaknya dengan yayasan juga memberinya jalan untuk menjadi pegawai di lembaga itu. Gajinya tidak banyak, karena ia hanya menjadi pengganda kaset rekaman. Karirnya naik menjadi instruktur komputer ketika instruktur yang lama keluar.

Meski sudah mengajar, Sugiyo tidak berhenti belajar. Setelah cukup menguasai komputer dan menjadi instruktur, ia lanjutkan belajar Bahasa Inggris. Untuk itu, ia rela gajinya dipotong demi membayar biaya kursus.

Tidak rugi Sugiyo berkorban. Dengan modal Bahasa Inggrisnya ia lolos seleksi pelatihan program Microsoft dari ON-NET (Overbrook Nipon Networking On Educational and Training) yang diselenggarakan di Bangkok, Thailand, tahun 2002.

Perjalanan keluar negeri lalu menjadi hal yang tidak asing baginya. Bolak-balik ia mengikuti berbagai kegiatan di berbagai negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Vietnam, seperti yang minggu ini kami lakukan di Mahidol University.

Bangkok, baginya, sudah bukan tempat asing. Saat kami makan siang, ada orang yang tak kami kenal ikut bergabung di meja kami. Ia memperkenalkan diri sebagai salah satu pegawai lembaga pemerintah yang mengurusi teknologi. Obrol sana dan sini, ternyata orang ini juga kenal dengan orang-orang yang dikenal Sugiyo dari masa lalunya di Thailand. Ah, dunia sempit bagi Sugiyo.

Lahir di keluarga miskin di Kebumen, anak yatim yang hanya tamat SMA, menempuh lika-liku kehidupan, hanya manusia super yang berhasil melaluinya. Saya bangga Pak sekamar denganmu tiga malam ini di Bangkok! Super sekali... eh. duh.

Catatan Penting:
  • Apakah Anda terinspirasi dengan membaca kisah di atas?
  • Jika ya, tahukah Anda saya menyembunyikan satu hal yang pasti akan menjadi favorit tulisan-tulisan inspirasi semisal ini? 
  • Sugiyo menjadi tunanetra sejak tiga tahun. Sugiyo mahir komputer dan tidak hanya menguasai penggunaan program semisal Microsoft Office, tetapi juga MySQL. 
  • Fakta kebutaan Sugiyo saya sembunyikan untuk menghindari apa yang dalam tulisan sebelum ini (baca di sini) disebut porn inspiration, menjadikan difabel sebagi sumber inspirasi. Nah, kisah Sugiyo dengan kesusahan hidup tetapi terus berjuang menaklukkannya adalah kisah yang sudah inspiratif tanpa harus melihat disabilitasnya.
  • Jadi ini adalah pilot project untuk menulis tanpa terjebak porn inspiration. Semoga bermanfaat dan memberi pelajaran lebih dari sekedar soal inspirasi yang 'super sekali itu' itu.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama