Surban, Jubah, dan Pakaian Arab Haram Hukumnya




Tulisan Kyai Ali Mustafa Ya'qub  yang berjudul Serban dan Jubah Haram ini sangat menarik dan layak disimak.

Pertama, karena mungkin banyak diantara kita yang belum membaca topik ini. Sejauh saya sekolah di Madrasah sampai sekarang mengajar di UIN, belum bernah tema ini terlintas dalam hidup saya. Surprised!

Kedua, tulisan ini ringkas dan padat, tetapi benar-benar menusuk prilaku banyak orang orang yang keman-mana membawa pakaian Arab dengan pretensi sebagai orang yang mewakili Islam.

Ketiga, ini adalah Hadits yang dengan baik membenarkan lokalitas dalam keislaman kita, tema yang selalu diusung oleh Gus Dur, Nurcholis Madjid, Hasbi As-Asiddiqi sebagai Islam Indonesia!

Selamat menikmati dan berdiskusi:


REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ali Mustafa Yaqub 

Dalam kitab Sunan Ibn Majah, ada hadis bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, Allah SWT akan memakaikannya pakaian kehinaan pada Hari Kiamat, kemudian ia dibakar di api neraka.” 
Menurut para ulama, pakaian syuhrah adalah pakaian yang berbeda dari pakaian yang dipakai penduduk negeri di mana pemakainya tinggal. Disebut pakaian syuhrah (popularitas) karena pemakainya dengan pakaian tersebut ingin mudah dikenal oleh orang-orang. 
Pakaian syuhrah adakalanya berbeda dari pakaian umumnya penduduk suatu negeri karena terlalu bagus atau berbeda karena terlalu buruk. 
Ketika pakaian itu berbeda dengan yang lain karena terlalu bagus, pemakainya ingin tampil berbeda dari orang-orang pada umumnya.
Akibatnya, dia merasa berbeda dari yang lain sehingga kemudian ia merasa bangga, sombong, ria, sum’ah, dan lain sebagainya. 
Ketika pakaian itu berbeda karena sangat lebih buruk dari pakaian orang-orang pada umumnya, pemakainya ingin disebut sebagai orang yangzuhud, tidak mencintai dunia, dan lain sebagainya. Berdasarkan hadis ini, para ulama sepakat pakaian syuhrah adalah haram dikenakan.
Dalam konteks Indonesia masa kini, pakaian sejenis serban dan jubah, yang di Saudi Arabia disebut tub, dapat masuk kategori pakaian syuhrahkarena masyarakat Indonesia tidak lazim berpakaian seperti itu. 
Pada abad lalu, serban dan jubah mungkin sudah menjadi tradisi pakaian ulama. KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, Syeikh Ahmad al-Syurkati, Imam Bonjol, dan lain-lain, memakai serban. Maka pada masa itu, serban sudah menjadi tradisi para ulama.
Karenanya, sah-sah saja, ulama memakai serban. Dasarnya adalah mengikuti tradisi. Memang, dalam hadis yang sahih, Nabi SAW memakai serban karena bangsa Arab pada waktu itu juga mengenakan serban. 
Maka, serban (membungkus kepala dengan dua sampai tiga ubel-ubel) adalah tradisi bangsa Arab pada saat itu. Orang Islam dan orang musyrikin juga sama-sama memakai serban. 
Dalam hadis riwayat Abu Dawud dan al-Tirmidzi, Nabi SAW bersabda, ”Perbedaan antara serban kita dengan serban orang musyrikin adalah memakai kopiah lebih dahulu.” 
Para ulama papan atas dari Saudi Arabia seperti, Mufti besar Syekh bin Baz rahimahullah, Mufti besar masa kini, Syekh Abdul Aziz Alu Syaikh, Syekh Shaleh bin Muhammad al-‘Utsaimin, dan lain-lain, semuanya sepakat memakai serban bukan merupakan ibadah. 
Tidak sunah apalagi wajib, namun hanya mengikuti tradisi bangsa Arab pada saat itu. Hal itu harena tidak ada satu hadis pun yang sahih yang menerangkan keutamaan memakai serban. Semua hadis tentang keutamaan memakai serban adalah hadis-hadis palsu.
Menurut para ulama itu, sunah Nabi dalam berpakaian adalah kita berpakaian dengan pakaian yang lazim dipakai oleh masyarakat di mana kita berada, kecuali apabila kita menjadi tamu di sebuah negeri, kita boleh memakai pakaian negeri kita sendiri, seperti orang Indonesia yang sedang beribadah haji di Mekah. 
Saya menemukan beberapa artikel terkait yang layak dijadikan pembanding:

1. Libas Suhrah - ahlalhadeeth.com
Dalam artikel ini, Syaih Ustamain dikutip menyatakan bahwa memakai pakaian yang lazim di suatu daerah hukumnya SUNNAH selama pakaian itu sendiri bukan dari jenis pakain yang diharamkan bahannya, seperti kain sutera untuk laki-laki.
قال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله : ... لبس ما اعتاده الناس ولم يكن محرماً بعينه فهو سنة؛ أما ما كان محرماً بنوعه كالحرير للرجال أو بصفته كلبس الرجال ما ينزل عن الكعب؛ فهذا لا يجوز ولو اعتاده الناس، لكن ما كان مباحاً وكان من عادة الناس؛ فإن السنة أن تلبس كما يلبسون؛ لأنك لو خرجت عن ذلك لصار شُهرة ... . اهـ 

2. Majlis Fatwa - Islamweb.com
Menurut fatwa ini, Hadits yang menjadi dasar pandangan tersbut berstatus hasan dan para rawinya terpercaya.
عن ابن عمر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " من لبس ثوب شهرة في الدنيا، ألبسه الله ثوب مذلة يوم القيامة" رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه، والنسائي، ورجال إسناده ثقات كما قال الشوكاني في نيل الأوطار.وعن أبي ذر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: " ما من عبد لبس ثوب شهرة إلا أعرض الله عنه حتى ينزعه، وإن كان عنده حبيباً ". قال الحافظ العراقي في تخريج الإحياء: رواه ابن ماجه من حديث أبي ذر بإسناد جيد، دون قوله:" وإن كان عنده حبيباً" . وعن ابن عمر أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: " من لبس ثوب شهرة ألبسه الله يوم القيامة ثوب مذلة، ثم يلهب فيه النار " أخرجه أبو داود، وابن ماجه، وحسنه السيوطي، والألباني. إلى غير ذلك من الأحاديث. 
3. Video berikut, anehnya, menyebut hadits tentang libasu syuhrah adalah Hadits daif.





Post a Comment

Lebih baru Lebih lama