Pak 'Haji' Sofyan


Namanya Pak Sofyan. Saya tidak tahu nama lengkapnya sebagaimana saya juga tidak tahu nama lengkap warga kampung di sini. Setiap hari kami bertemu, paling tidak tiga kali karena Pak Sofyan tak pernah absen berjamaah di Langgar samping rumah. Subuh, Maghrib, dan Isya.

Identitas yang saya tahu, Pak Sofyan adalah pensiunan sebuah BUMN. Oh, jangan membayangkan pensiunan direktur dengan uang melimpah. Walaupun saya juga tidak tahu apakah ia dulu hanya pegawai kecil di perusahaannya. Apa yang jelas: orangnhya sederhana, rumahnya kecil, dan motor Suzuki Smash sebagai kendaraan yang dimiliki.

Tetapi, pikiran-pikiran Pak Sofyan tak sekecil rumahnya. Semakin sering saya mengobrol, semakin saya kagum dengan berbagai pandangan hidupnya. Sehabis salat, ia sering berhenti di teras rumah saya untuk sekedar 'monggo-monggoan' atau membicarakan apa yang sedang terjadi: mulai dari sepeda tetangga yang baru dicuri maling sampai dengan isu-isu politik.

"Haji sewaktu masih muda itu baik. Tetapi yang susah adalah memastikan bahwa sepulang dari tanah suci ia bisa menjaga kesucian hajinya." Katanya tadi malam sewaktu kami berbicara soal teman-teman yang naik haji. Kata Pak Sofyan, orang muda itu masih punya keinginan ini dan itu. Pencapaian karirnya juga masih panjang dan mungkin akan banyak batu sandungan. Godaan hidupnya masih jauh lebih kuat daripada orang yang usianya sudah lebih tua. Bagi Pak Sofyan, Haji itu proses penting yang seharusnya benar-benar mengubah tingkat spritualitas dan kesalehan seseorang. Apa yang disebut dengan haji "mabrur" tidak akan hanya bisa dicapai dengan 'mabur' ke Makkah. Bekalnya, oleh sebab itu, lebih banyak spriritual daripada material.

Orang dengan usia yang lebih tua biasanya secara emosi lebih matang. Pengalaman hidup juga telah menempa orang yang lebih tua untuk lebih sabar. Pemaknaan mereka akan relasi manusia di hadapan manusia dan manusia di hadapan Tuhan juga lebih dalam. Puncak-puncak prestasi duniawi juga mungkin sudah mereka capai sehingga membuat mereka tak lagi terobsesi dengan materi. Dalam kematangan seperti itu, haji menjadi kulminasi spirtual yang benar-benar menyempurnakan hidupnya.

"Tapi, pergi haji sewaktu muda juga tidak apa-apa pak. Nanti, kalau sudah tua haji lagi," kata Pak Pri. Pak Pri juga jamaah yang rajin di langgar. Ia adalah seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogya utara. Komentar Pak Pri hampir saja saya benarkan kalau Pak Sofyan tidak dengan cepat dan cerdas menjawabnya.

"Lo. Haji itu yang dihitung cuma sekali! Selebihnya tidak!" kata Pak Sofyan dengan mantab. "Haji kedua, ketiga, keempat itu hukumnya sudah sunnah, tak lagi wajib. Sebagai ibadah 'bonus', ia tak akan pernah sederajat nilainya dengan haji pertama." jelas Pak Sofyan. Menurut saya, Pak Sofyan dengan canggih bergerak dari level hakikat ke fiqih dan kembali ke hakikat. Ia tadi awalnya mengurai hakikat haji sebagai  tahapan transformasi spiritual, lalu sekarang bicara soal hukum wajib dan sunnah ala Fiqih, lalu kembali ke soal derajat haji pertama dan kedua yang tak sebanding.

"Kalau hajinya sudah bersifat sunnah, maka menunaikan ibadah haji kedua, ketiga, keempat, pasti mengabaikan yang wajib: menolong tetangganya yang yatim, menolong kerabatnya yang miskin, menolong masyarakatnya yang pendidikannya masih rendah." tambahnya. Pak Sofyan sudah berbicara seperti Gus Dur, kata saya dalam hati. Pak Sofyan yang seperti ini sungguh bukan sekedar jamaah biasa.

"Ramadan tahun depan, kita harus mencantumkan Pak Sofyan sebagai penceramah." kata saya kepada istri. Di langgar kami, penceramah ramadan biasanya saya yang menjadwal. Dalam menjadwal penceramah, prinsip saya adalah melibatkan semua jamaah sendiri. Tak harus ustadz terkenal dari tempat yang jauh. Sebab, hanya di Ramadan itulah kita punya kesempatan saling berbagi dan menasehati. Sebagai orang baru di kampung ini, hanya saja, saya biasanya ikut pandangan teman-teman tentang siapa saja yang bisa mengisi ceramah dan mau. Pak Sofyan tak pernah kami jadwal karena saya belum mengenalnya dengan dekat dan tidak ada yang mengusulkannya.

"Pak Sofyan itu punya banyak ide bagus. Eman-eman kalau tidak kita beri kesempatan." kata saya lagi kepada istri. Bukan hanya itu, Pak Sofyan mungkin belum haji; tetapi pandangan-pandangannya yang baik tentang haji sudah membuat ia orang yang 'mabrur' tanpa perlu ke Makkah.

Selamat jalan bagi yang menunaikan haji tahun ini. Ingatlah apa kata Pak Sofyan.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama