Tentang Saudara Sepersusuan

Salah seorang 'mantan' mahasiswa saya menanyakan hal berikut ini di fanpage Facebook Kuliah Fiqih:

salam.. Rindu kuliah fiqih lg nie... mau nanya bebrapa hari yang lalu tidak sengaja saya melihat acara televisi yang kebetulan ada selebriti yg baru punya anak bayi diwawancarai, trus dia itu mengumpulkan ASI (punyanya) sendiri atau punya banyak stok ASI yg lumayan banyak freezer, katanya selain untuk anaknya juga ASI nya itu untuk didonorkan juga ke rumah sakit,utk bayi2 yg membutuhkan.
pertanyaannya apakah boleh mendonorkan ASI dlm islam?? apakah tidak akan menjadi madarat jika suatu saat seandainya anak kandung nya menikah dengan orang yang meminum Air Susu nya dari hasil donor karena faktor tidak tahu??
Masalah "saudara sepersusuan" dalam Fiqih terkait erat dengan masalah pernikahan. Kalau kita membuka kitab Fiqih, semisal Fiqh al-Sunnah, bab saudara sepersusuan termasuk dalam salah satu sub bab Kitab Nikah.

Berbeda dengan donor mata, jantung, dan lain-lain, ulama sebenarnya sepakat tentang halalnya mendonorkan ASI kepada orang lain. Di zaman Nabi, profesi menyusui bayi orang lain adalah profesi yang lazim dan Nabi sendiri sewaktu bayi juga dipersusukan ke orang lain.

Sayangnya, kita memiliki informasi terbatas tentang bagaimana praktik tersebut bisa terjadi. Saya belum pernah membaca secara rinci sejarah praktik dan profesi menyusui 'profesional' ini. Menurut saya, jawaban yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah bila mengetahui lebih rinci siapa penyusu itu, mengapa orang menyusukan anaknya ke orang lain, berapa mereka dibayar, adakah kebiasaan menyeleksi penyusu di kalangan orang tua yang hendak menyusukan anaknya, dan seterusnya hingga kaitan antara praktik itu dengan soal nikah-menikah.

Buku-buku Fiqih, sayangnya lagi, tak memberikan informasi kontekstual. Seperti biasa, kitab Fiqih adalah literatur tekstual. Beberapa Hadits yang dikutip juga hanya menginformasikan kapan menyusui dikategorikan berakibat haramnya pernikahan dan kapan tidak.

Sumber utama Kitab Fiqih adalah teks al-Qur'an S. al-Nisa:18 yang penafsirannya kemudian diperluas dengan Hadits:
يحرم من الرضاع ما يحرم من الولادة 
Sehingga semua mereka yang memiliki relasi sepersusuan (ibu, anak, saudara, tante), menjadi haram sebagaimana haramnya relasi sedarah.

Lebih detil lihat referensi berikut:
Ibn Araby al-Andalusi, Ahkam al-Qur'an, edisi online.

Jadi, apa jawaban saya terhadap pertanyaan di atas:
  1. Jawaban terbaik akan bisa diberikan kalau kita memahami sepenuhnya konteks sosial praktik susu-menyusui di kalangan orang Arab.
  2. Jawaban sementara: hendaknya donor ASI diorganisasikan secara baik. Kita bisa menggunakan layanan online semisal Family Tree agar si ibu pendonor mengupdate terus kepada siapa saja susunya didonorkan. Demikian pula kepada mereka yang pernah menerima donor ASI untuk selalu mem-follow dan memberikan akun ibu pendonor itu kepada si bayi kelak ketika dewasa agar ia bisa mengetahui siapa saja sudara/ri sepersusuannya.
  3. Cara sederhananya: agar pendonor ASI mengambil spesialisasi untuk hanya mendonorkan ASI-nya kepada satu jenis kelamin saja. Misalnya, ia hanya mendonorkan ASI-nya untuk bayi laki-laki. Dengan demikian, ia cukup mengontrol bayinya sendiri saja agar kelak tidak menikahi para bayi susuannya.
Semoga bermanfaat.
 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama