Kalau ada pertandingan final Piala Dunia yang mempertemukan Brazil dan Kamerun, misalnya, kira-kira tim mana yang Anda dukung? Kebanyakan orang, secara "naluri", akan berpihak kepada tim yang lemah, the underdog, Kamerun!
Para ilmuwan sudah lama tertarik dengan fenomena "rooting for underdogs" ini dan mencoba menjelaskannya dalam beberapa teori. Di antaranya adalah teori tentang "keadilan." Karena menyangkut kepentingan survival kita sendiri, kita tidak suka melihat ketimpangan. Kita ingin si lemah menjadi pemenang agar tercipta keseimbangan. Karena kemenangannya adalah wujud keadilan.
Teori lainnya menjelaskan bahwa rooting for underdogs bersumber dari fitrah kita sebagai makhluk yang bersimpati. Secara alami, ketika melihat orang yang mengalami kekurangan, kelemahan, kita terpanggil untuk membantu. Tim lemah layak "dikasihani" dan kemenangannya akan kita rayakan sebagai pembebasan dari kesusahan dan kekurangan.
Masih ada beberapa teori lain yang singkatnya menyatakan bahwa keberpihakan kepada yang lemah itu bersifat alami, bersumber dari jati diri kemanusiaan kita yang paling dalam. Artinya, Anda sebenarnya sudah "normal" kalau membela yang lemah.
Kembali ke contoh piala dunia tadi. Kalau pertanyaan dukungan ini kita ubah ke "taruhan." Beranikah Anda bertaruh untuk kemenangan Kamerun? Kita tahu, Brazil terlalu kuat untuk kalah melawan Kamerun. Jadi, meskipun saya nurani saya dukung Kamerun dan akan gembira kalau mereka juara, tetapi saya harus berhitung untuk bertaruh. Saya akan lebih aman untuk meletakkan taruhan di Brazil.
Saya kira, demikian juga dengan hal-hal lain dalam kehidupan kita, seperti politik. Naluri dan fitrah kemanusiaan untuk membela dan mendukung yang lemah itu mungkin akan kita abaikan ketika kita berfikir bahwa secara taruhan (materi dan jabatan) lebih baik ikut yang kuat. Fitrah kemanusiaan kita bisa kalah dengan kalkulasi politik kita. Karena dalam pertaruhan politik, mungkin memang bukan etika yang diperlukan, tetapi matematika!
Posting Komentar