Doa itu ikhtiyar. Paling banter, ia separoh dari dua jenis ikhtiyar kita sebagai manusia: ikhtiyar lahir, ikhtiyar batin. Doa tidak pernah menjadi satu-satunya solusi. Terlebih bagi kita-kita ini. Ya, kita-kita ini lho!
Bukan kiai, bukan wali, apalagi nabi. Jadi, apa masuk akal kalau tiba-tiba kita menempatkan doa sebagai senjata pamungkas melawan Covid?
Demikian pula bahwa doa itu bukan "SK". Kita boleh saja, dan harus, berdoa agar kita diselamatkan dari Covid-19 dan seluruh kemadaratan yang ia timbulkan. Tetapi 'tafsir' implementasi dari apa yang madarat dan bukan itu adalah hak Allah. Bukan hak kita.
Kalau dalam perjalanan, kita selalu berdoa agar tidak ada aral melintang di jalan. Tetapi sesekali, ban kita bocor. Madarat? Ya, madarat bagi kita. tetapi tidak bagi tukang tambal ban. Ban bocor di kita adalah rizki bagi dirinya.
Jadi, kita boleh berdoa, dan ayo terus berdoa, agar kita selamat dari Covid dan pandemi ini segera berakhir. Tetapi harus kita ingat, masih ada separoh ihtiyar lain yang harus kita lakukan: terus menjaga protokol kesehatan, terus mewaspadai tempat, event, dan waktu rawan penularan.
Jangan merasa levelnya sudah di nabi dan wali, begitu doa terucap, kun fayakun karepmu keturutan!
Posting Komentar