Situs Kedaton Sultan Agung


Akhirnya, tiba juga kesempatan untuk ziarah ke Kerta. Kerta adalah situs keraton Mataram zaman Sultan Agung yang sangat terkenal itu. Kalau melihat foto-foto lokasi dari tahun ke tahun, situs ini terus mengalami 'kemajuan'. Dari yang semula hanya pekarangan tak terurus, kini sudah menjadi situs yang diberi pagar pengaman. 

Waktu saya berkunjung kemarin, pohon-pohon yang dua tahun lalu tampak menutupi lokasi ini (berdasarkan Google Street Map), sekarang sudah ditebangi. Beberapa proses penggalian untuk mengungkap struktur pondasi keraton ini juga sudah terlihat di sana sini. Tampak dari galian itu beberapa pondasi terbuat dari batu merah yang ukurannya dua-tiga kali lebih besar dari batu bata merah produksi orang Pleret jaman sekarang. 

Batu-batu merah itu langsung mengingatkan batu-batu merah semisal yang dulu juga sering ditemukan di sawah bapak saya di Blitar. Waktu masih kecil dan ikut 'ngelep' jagung, saya sering ikut membersihkan belik dan menemukan batu-batu merah yang ukurannya bahkan agak lebih besar dari yang ditemukan di Pleret ini.  Batu merah itu hanya salah satunya. Di dekat TK tempat saya sekolah dulu, ada 4-5 arca besar yang pernah ditemukan oleh warga.Tidak pernah ada kegiatan penelitian cagar budaya di sawah desa saya itu, tetapi sebenarnya ada banyak benda kuno yang ditemukan di desa saya itu. Entahlah, saya bahkan juga tidak tahu bagaimana nasib arca-arca batu itu sekarang.

Kembali ke situs Kerto, selain batu merah juga ditemukan susunan balok-balok batu andesit di sisi selatan situs. Ada satu batu berukir, tetapi lainnya seperti dipotong polos saja. Menurut buku Plered: Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede, batu-batuan itu itu merupakan undak-undakan. Adanya balok berukir di undak-undakan ini juga menjadi bukti perkiraan bahwa keraton ini juga memanfaatkan batu-batu bekas bangunan sebelumnya. Misalnya, dari adanya ornamen takian dan  relief gana menunjukkan kemungkinannya sebagai bekas batu candi (Priswanto dan Alifah, 2019).  

Ada pula dua umpak besar di lokasi. Seperti nasib beberapa benda batu kuno yang disimpan di Museum Pleret, bekas penggunaan umpak itu sebagai 'ungkal' oleh masyarakat tampak jelas di sisi-sisi atas umpak. Umpak-umpak lain mungkin digunakan ulang untuk pembangunan bangunan yang lain. Salah satu umpaknya, misalnya, digunakan sebagai umpak masjid saka tunggal di Tamansari. 

***

Apakah benar Kerto itu keraton atau sekedar pesanggrahan sebelum dibangunnya keraton yang sebenarnya di sebelah timur, yang dibangun pada masa Amangkurat I, sempat menjadi bahan perbedaan pendapat dari para ahli. Hanya saja, menurut yang ahli juga, karena Kerto digunakan sampai dengan wafatnya Sultan Agung, lebih masuk akal untuk menemptakan Kerto sebagai pusat pemerintahan daripada sekedar pesanggarahan.  Begitu kira-kira.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama